Untaian Sederhana
Semoga memberi manfaat
Sabtu, 13 Juni 2020
Minggu, 10 Mei 2020
Kamis, 26 Mei 2016
makalah ruang lingkup PKn di SD
MAKALAH
OLEH :
WAHIDA (1447041004)
KELAS M 3.1
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mengalami perubahan nama dengan
sangat cepat karena mata pelajaran ini rentan terhadap perubahan politik, namun
ironisnya nama berubah berkali-kali, tetapi secara umum serta pendekatan cara
penyampaiannya kebanyakan tidak berubah. Dari sisi isi misalnya, lebih
menekankan pengetahuan untuk di hafal dan bukan materi pembelajaran yang
mendorong berpikir apalagi berpikir kritis siswa. Dari segi pendekatan yang
lebih ditonjolkan adalah pendekatan politis dan kekuasaan.
Dari segi pembelajaran atau sistem
penyampaiannya lebih menekankan pada pembelajaran satu arah dengan dominasi
guru yang lebih menonjol sehingga hasilnya sudah dapat diduga, yaitu verbalisme
yang selama ini sudah dianggap sangat melekat pada pendidikan umumnya di
Indonesia.Untuk dapat mengatasi hal itulah kiranya dibutuhkan
perubahan-perubahan dalam pendidikan kewarganegaraan paling tidak untuk ketiga
aspek tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
hakikat PKn?
2. Apakah
fungsi PKn?
3. Apakah
tujuan PKn?
4. Apakah
prinsipPKn?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
PKn
Pendidikan kewarganegaraan adalah
program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya
bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
dalam kehidupan sehari-hari para peserta didik baik sebagai individu, sebagai
anggota masyarakat dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Hakikat Pendidikan Kewarganegaran adalah
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam
dari segi agama, sosiokultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi
warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh
Pancasila dan UUD1945.
B.
Fungsi
PKn
Adapun
fungsi-fungsi dari PKn adalah:
1. Membantu generasi muda memperoleh
pemahaman cita-cita nasional /tujuan negara
2. Dapat mengambil keputusan-keputusan
yang bertanggung jawab dalam menyelsaikan masalah pribadi, masyarakat dan
negara.
3. Dapat mengapresiasikan cita-cita
nasional dan dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas.
4.
Wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan
amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945.
5.
Fungsi PKn di SD adalah wahana kurikuler pengembangan
karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.
C.
Tujuan
PKn
Tujuan
mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpatisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak cerdas dalam kegiatan
kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara.
3. Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa
lainnya.
4. Beriteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn di SD
1. Memberikan
pengertian pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah.
2. Meletakkan
dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan pancasila dan ciri khas serta watak
ke-Indonesia.
3. Menanamkan nilai-nilai moral
Pancasila ke dalam diri anak didik.
4. Menggugahkesadaran anak didik
sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia untuk selalu mempertahankan
dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup kemungkinan bagi
diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi
dan dalam rangka kompetisi dalam pasar bebas dunia.
5. Memberikan motivasi agar dalam
setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai,
moral dan norma Pancasila.
6. Mempersiapkan anak didik utuk
menjadi warga negara dan warga masyarakat Indonesia yang baik dan bertanggung
jawab serta mencintai bangsa dan negaranya.
Pendidikan
Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep kenegaraan dan juga bersifat
implementatif dalam kehidupan sehari - hari. Adapun harapan yang ingin dicapai
setelah pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan
generasi yang menjaga keutuhan dan persatuan bangsa .
D.
Prinsip
PKn
Prinsip
dasar pembelajaran PKn mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran.
Menurut pendapat Budimansyah (2002:8) prinsip-prinsip pembelajaran tersebut
adalah prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar
kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan mengajar
yang reaktif (reaktive learning).
a.
Prinsip Belajar Siswa
Aktif
Model ini
menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses
pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan
pelaporan. Dalam fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada saat
mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain- storming).
Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya, disamping tentu
saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa
melakukan voting untuk memilih satu masalah untuk kajian kelas.
b.
Kelompok Belajar
Kooperatif
Proses
pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu proses pembelajaran
yang berbasis kerja sama. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama antar siswa
dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk kerjasama sekolah dengan
orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada
saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama.
c.
Pembelajaran
Partisipatorik
Selain prinsip
pembelajaran di atas PKn juga menganut prisip dasar pembelajaran
partisipatorik, sebab melaui model ini siswa belajar sambil melakoni (learning
by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup
berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah model ini memiliki makna yang ada
hubungannya dengan praktik hidup berdemokrasi.
Dalam prinsip
ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan strategi agar murid mempunyai
motivasi belajar. Oleh karena itu, guru harus situasi sehingga materi
pembelajaran menarik, tidak membosankan. Guru harus mempunyai sensitivitas yang
tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan
siswa jika hal ini terjadi, guru harus segera mencari cara untuk
menanggulanginya. Inilah tipe guru yang reaktif itu.
Ciri guru yang reaktif itu
diantaranya sebagai berikut:
a. Menjadikan siswa sebagai pusat
kegiatan belajar.
b. Pembelajaran dimulai dengan
hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami siswa.
c. Selalu berupaya membangkitkan
motivasi belajar siswa dengan membuat materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang
menarik dan berguna bagi kehidupan siswa.
d. Segera mengenali materi atau metode pembelajaran
yang membuat siswa bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
PKn memiliki
peran yang sangat besar untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang bisa
mengemban semua permasalahan negara dan mencapai tujuan negaranya. Mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajiban untuk menjadi warga negara yangcerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamantkan oleh pancasila dan UUD 1945 yang didasarkan pada pengajarannya
adalah setiap kelas menuntut perilaku nyata, hal ini berarti bahwa konsep dan
nilai kewarganegaraan diajarkan tidak boleh berhenti pada pikiran semata tetapi
harus terwujudkan dalam bentuk perilaku atau perbuatan nyata (kehidupan
sehari-hari).
B.
Saran
PKn merupakan mata pelajaran yang sangat
berguna bagi kelangsungan hidup warga Negara untuk menuntun kita dalam
menjalani hidup. Sebaiknya para pembimbing dan pengajar yang nantinya akan
membawakan PKn ini lebih bersungguh-sungguh dan tidak terlalu menekan para
siswanya saat mengajar agar mereka lebih tertarik untuk memperhatikan dan lebih
mudah memahami Pendidikan Kewarganegaraan tersebut.
Daftar Pustaka
https://ian43.wordpress.com/2010/10/18/hakikat-fungsi-dan-tujuan-pendidikan-kewarganegaraan-di-sd/(diakses pada tanggal 8 Februari
2016, 14.00)
https://ratnawahyu36.wordpress.com/2013/12/05/makalah-hakikat-karakteristik-pengertian-tujuan-dan-ruang-lingkup-pendidikan-kewarganegaraan/(diakses pada tanggal 8 Februari
2016, 14.00)
http://athaanakcerdas.blogspot.co.id/2011/12/hakekat-fungsi-dan-tujuan-pkn-di-sd.html(diakses pada tanggal 8 Februari
2016, 14.00)
http://cenatcenutpgsd.blogspot.co.id/p/hakikat-dan-fungsi.html (diakses pada tanggal 8 Februari
2016, 14.00)
http://teguh-gooo-enjoe.blogspot.co.id/2013/02/karakteristik-pkn-sebagai-pendidikan.html (diakses pada tanggal 8 Februari
2016, 14.00)
makalah pendidikan bahasa indonesia 1 keterampilan berbicara
MAKALAH
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA 1
“KETERAMPILAN BERBICARA”
OLEH
KELOMPOK 2
M31
DWI LESTARI BASNUR
WAHIDA
RESKI ANUGERAH
IKA KARTIKA KUSUMA WARDANI
NABILAH KHAIRUNNISA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji patut disampaikan kepada Allah
SWT. Serta tak lupa pula kita kirimkan
salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, atas
selesainya pembuatan makalah kami yang berjudul “Keterampilan
Berbicara”.
Seperti
kata pepatah, “Tak ada gading yang tak retak”, hasil kami tidaklah sesempurna
apa yang di inginkan pembaca. Namun, kami sudah berusaha semaksimal mungkin
dalam menyelesaikan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran sangat kami
butuhkan untuk memperbaiki dam makalah ini lebih baik.
Oleh
karena itu, kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi bacaan yang
bermanfaat bagi semua terutama kami selaku penulis.
Makassar, 23 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Berbicara
B. Tujuan Berbicara
C. Jenis-jenis Berbicara
D. Pembelajaran Berbicara
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
keterampilan berbicara sangat penting dalam berbagai bidang kehidupan.
bidang pendidikan, misalnya, dalam
bentuk keterampilan berbicara yang melibatkan komunikasi antara guru dan siswa,
baik yang sifatnya satu arah maupun yang timbal balik ataupun keduanya. Seseorang
yang memiliki keterampilan berbicara yang baik, akan memiliki kemampuan yang
baik pula dalam berkomunikasi. Dengan keterampilannya, segala pesan yang
disampaikannya akan mudah dicerna, sehingga komunikasi dapat berjalan lancar
dengan siapa saja.
Pembelajaran berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi dibandingkan dengan keterampilan
berbahasa lainnya. Terampil berbicara tidaklah semudah yang dibayangkan.
Kenyataan menunjukkan bahwa taraf kemampuan berbicara siswa bervariasi mulai
taraf yang baik atau lancar, sedang, gagap, atau kurang. Ada siswa yang lancar
menyatakan keinginan, rasa senang, sedih, sakit atau letih. Ada juga siswa yang
tidak dapat meyatakan pendapatnya mengenai sesuatu walaupun dalam taraf yang
sederhana. Tidak sedikit juga siswa yang masih takut-takut berdiri dihadapan
teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang terlihat beberapa siswa berkeringat
dingin, berdiri kaku, lupa segalanya bila ia berhadapan dengan sejumlah siswa
lainnya.
Oleh karena itu, dengan adanya penjelasan mengenai keterampilan berbicara
ini, diharapkan mampu memberikan pengetahuan lebih bagi calon pengajar dalam
memperkecil kesulitan berbicara seperti kebanyakan yang dialami oleh siswa.
Submasalah dalam makalah ini adalah pengertian berbicara, tujuan, jenis-jenis serta
pengajaran pembelajaran berbicara.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana hakikat berbicara?
2.
Bagaimana tujuan berbicara?
3.
Apa saja jenis-jenis berbicara?
4.
Bagaimana pengajaran pembelajaran berbicara?
C. Tujuan
1.
Menjelaskan hakikat berbicara.
2.
Menjelaskan tujuan berbicara.
3.
Menjelaskan jenis-jenis berbicara.
4.
Menjelaskan pengajaran pembelajaran berbicara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Berbicara
Berbicara merupakan
salah satu keterampilan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang
lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi, karena komunikasi
lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara. Berbicara memegang
peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Pada
hakikatnya, berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya
terdapat pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Bahkan, telah
disebutkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (Depdiknas, 2006: 1) bahwa
hakikat pembelajaran berbicara pada dasarnya adalah menggunakan wacana lisan
untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, pengalaman, pendapat, dan
komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi laporan, diskusi, protokoler, dan
pidato, serta dalam berbagai karya sastra berbentuk cerita pendek, novel
remaja, puisi, dan drama.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 144) berbicara
adalah suatu berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat, dengan
berbicara manusia dapat mengungkapkan ide, gagasan, perasaan kepada orang lain sehingga
dapat melahirkan suatu intraksi.
Tarigan (1986: 3)
mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan orang tersebut.
Arsjad dan Mukti.
1998 menjelaskan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata yang mengekspresikan,
menyatakan, dan men menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar
menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture).
Dari uraian
pengertian berbicara di atas, maka dapat ditarik suaru kesimpulan bahwa:
a.
Berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
b.
Berbicara
adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta
dikembangkan dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
c.
Berbicara
adalah proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk
menyatakan sebagai anggota masyarakat.
d.
Berbicara
adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya yang tidak
sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk
menciptakan dan memformulasikan ide baru.
e.
Berbicara
adalah tingkah laku yang dipelajari di lingkungan keluarga, tetangga, dan
lingkungan lainnya di sekitar tempatnya hidup sebelum masuk sekolah.
B. Tujuan
Berbicara
Tujuan berbicara
adalah untuk menginformasikan, untuk melaporkan sesuatu hal pada pendengar.
Sesuatu tersebut dapat berupa, menjelaskan suatu proses, menguraikan,
menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, atau
menanamkan pengetahuan, menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal,
atau peristiwa.
Gorys
Keraf dalam Slamet dan Amir (1996: 46-47) mengemukakan tujuan berbicara
diantaranya adalah untuk meyakinkan pendengar, menghendaki tindakan atau reaksi
fisik pendengar, memberitahukan, dan menyenangkan para pendengar. Pendapat ini
tidak hanya menekankan bahwa tujuan berbicara hanya untuk memberitahukan,
meyakinkan, menghibur, namun juga menghendaki reaksi fisik atau tindakan
dari si pendengar atau penyimak.
Menurut
Tarigan (2008: 16) Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar
dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Pembicara harus mampu
mengevaluasi efek komunikasinya terhadap (para) pendengarnya dan harus
mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik
secara umum maupun perorangan. Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara mempunyai tiga
maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak
dan meyakinkan (to persuade).
Tim
LBB SSC Intersolusi (2006: 84) berpendapat bahwa tujuan berbicara ialah untuk:
(1) memberitahukan sesuatu kepada pendengar, (2) meyakinkan atau mempengaruhi
pendengar, dan (3) menghibur pendengar. Pendapat ini mempunyai maksud yang sama
dengan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas.
Berdasarkan
beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan berbicara yang utama ialah untuk berkomunikasi. Sedangkan tujuan
berbicara secara umum ialah untuk memberitahukan atau melaporkan
informasi kepada penerima informasi, meyakinkan atau mempengaruhi penerima
informasi, untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar atau
penerima informasi.
Tujuan
berbicara dalam kurikulum adalah agar siswa mampu berbicara secara efektif dan
efisien dalam mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, dan perasaan kepada
berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan.
Supriadi (2015:
68-70) mengemukakan tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian
hal-hal berikut:
1. Kemudahan
berbicara
Peserta didik harus mendapat kesempatan yang
besar untuk berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan ini
secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun di
hadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya. Para peserta didik mengembangkan
kepercayaam yang tumbuh melalui tulisan.
2. Kejelasan
Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan
tepat dan jelas, baik artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan yang
diucapkan harus tersusun dengan baik. Dengan latihan berdiskusi yang mengatur
cara berfikir yang logis dan jelas, kejelasan berbicara tersebut dapat dicapai.
3. Bertanggung
jawab
Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara
untuk bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan
sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topic pembicaraan, tujuan
pembelajaran, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan
serta momentumnya. Latihan demikian akan menghindarkan peserta didik dari
berbicara yang tidak bertanggungjawab atau bersilat lidah yang mengelabui
kebenaran.
4. Membentuk
pendengaran yang kritis
Latihan berbicara yang baik sekaligus
mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan
utama pengajaran keterampilan berbicara ini. Di sini peserta didik perlu
belajar untuk dapat mengevaluasi kata-kata, niat, tujuan, pembicara yang secara
emplisit mengajukan pertanyaan: siapakah yang berkata; ,mengapa ia berkata demikian;
apa tujuannya; dan apa kewenangannya berkata demikian.
5. Membentuk
kebiasaan
Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa
kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa
ibu. Faktor ini demikian penting dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam
perilaku seseorang.
C. Jenis-jenis
Berbicara
Jenis-jenis (kegiatan) berbicara informal,
meliputi:
1.
Tukar
pengalaman
2.
Percakapan
3.
Menyampaikan
berita
4.
Menyampaikan
pengumuman
5.
Bertelpon
6.
Memberi
petunjuk
Jenis-jenis (kegiatan) berbicara formal,
meliputi:
1.
Ceramah
2.
Perencanaan
dan penilaian
3.
Interview
4.
Prosedur
parlementer
5.
Bercerita
D. Pembelajaran
Berbicara
1.
Prinsip-prinsip
Pembelajaran Berbicara
Tujuan keterampilan
berbicara akan tercapai jika program pengajaran dilandasi oleh prinsip-prinsip yang
relevan, dan pola KBM yang membuat para peserta didik secara aktif mengalami
kegiatan berbicara. Prinsip-prinsip tersebut adalah pengintegrasian program
latihan keterampilan berbicara sebagai bagian dari penggunaan bahasa secara
menyeluruh dengan penekanan pada unit-unit khusus yang melibatkan aktivitas
pengajar dan peserta didik. Menurut Supriadi (2015: 71) keterlibatan pengajar
dapat mencakup:
a.
Diagnosis
pengajar mengenai kebutuhan, minat, dan selera peserta didik secara umum.
b.
Diagnosis
pengajar mengenai perbedaan kondisi keterampilan individu peserta didik.
c.
Keterampilan
pengajar bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan keadaan peserta
didik, sumber, dan fasilitas.
Supriadi (2015: 71)
mengemukakan khusus dalam hal diagnosis, pada umunya kesulitan-kesulitan yang
dihadapi pengajar dan peserta didik diantaranya adalah:
a.
Distori
fonem sebagai masalah artikulasi
b.
Masalah
gagap yang lebih bersifat individual
c.
Pengacauan
artikuasi kata yang bisa disebabkan oleh suara terlalu keras ataupun terlalu
lembut.
d.
Masalah
lain yang menyimpang dari garis formal kegiatan, misalnya seorang peserta didik
berbicara sendiri secara informal kepada pengajar atau peserta didik lainnya
dengan suara lirih ataupun dengan suara terlalu keras
Kesulitan-kesulitan
tersebut dapat diatasi peserta didik yang bersangkutan dengan terapi psikis
yang direkomendasikan untuk mendasari sikap dalam melakukan latihan teknik penyembuhan
tiap aspek kesulitan
Sebagaiman
diketahui, pemilihan strategi atau gabungan metode dan teknik pembelajaran terutama
didasarkan pada tujuan dan materi yang telah ditetapkan pada satuan-satuan
kegiatan belajar. Dalam hal tersebut keterlibatan intelektual-emosional peserta
didik dapat dilatihkan dalam kegiatan, antara lain:
a.
Bermain
peran;
b.
Berbagai
bentuk diskusi;
c.
Wawancara;
d.
Bercerita
(pengalaman diri, pengalaman hidup, pengalaman membaca);
e.
Pidato;
f.
Laporan
lisan;
g.
Membaca
nyaring;
h.
Merekam
bicara;
i.
Bermain
drama.
Menurut Supriadi (2015: 71) ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran keterampilan berbicara
adalah sebagai berikut :
a.
Memberikan latihan berbicara
sebanyak-banyaknya. Untuk menguasai suatu keterampilan, termasuk keterampilan
berbicara perlu latihan praktek yang dilaksanakan secara teratur dan terarah.
Jadi siswa tidak cukup hanya mengetahui teori berbicara, melainkan mereka harus
berlatih menerapkan teori tersebut dalam kondisi sealamiah mungkin.
b.
Latihan berbicara harus merupakan bagian yang
integral dari program pembelajaran sehari-hari. Selain dalam kegiatan
pembelajaran bahasa Indonesia, latihan berbicara harus juga dialami siswa dalam
pembelajaran lain, karena itu perlu adanya koordinasi antara guru bahasa
Indonesia dengan guru-guru bidang studi lain, dalam hal memberi kesempatan
berlatih berbicara kepada para siwa sehingga siswa secara aktif berlatih
berbicara dalam suatu komunikasi sewajarnya.
c.
Menumbuhkan kepercayaan diri. Salah satu
hambatan yang dihadapi seorang siswa, terutama siswa pemula adalah kurangnya
rasa percaya diri. Latihan berbicara yang dilaksanakan secara teratur sangat
berguna bagi pembinaan rasa percaya diri pada siwa tersebut.
Supriadi (2015: 73)
menjelaskan bahwa dalam strategi pengajaran, pemakaian beberapa teknik dianggap
lebih menguntungkan daripada hanya menggunakan satu teknik saja. Sedangkan
dalam hal pendekatan, digunakan secara bervariasi antara pendekatan terkontrol
dan pendekatan bebas. Kedua pendekatan ini diberlakukan pada sejumlah teknik
yang dikehendaki, misalnya;
a.
Berbicara
terpimpin: frase dan kalimat; satuan paragraf; dialog; pembacaan puisi.
b.
Berbicara
semi-terpimpin: reproduksi cerita; cerita berantai; mrnyusun kaliamt dalam
pembicaraan; melaporkan isi bacaan secara lisan.
c.
Berbicara
bebas: diskusi; drama; wawancara; berpidato; bermain peran.
Pembelajaran
berbicara perlu memahami beberapa prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan
berbicara.
2.
Metode
Pembelajaran Berbicara
Pembelajaran
berbicara mempunyai sejumlah komponen yang pembahasanya diarahkan pada segi
metode pengajaran. Guru harus dapat mengajarkan keterampilan berbicara dengan
menarik dan bervariasi. Berikut beberapa metode pengajaran berbicara antara
lain:
a. Pecakapan
Percakapan adalah
pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara dua atau
lebih pembaca. Percakapan selalu terjadi dua proses yakni proses menyimak dan
berbicara secara simultan. Percakapan biasanya dalam suasana akrab dan peserta
merasa dekat satu sama lain dan spontanlitas. Percakapan merupakan dasar
keterampilan berbicara baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.
b. Bertelepon
Bertelepon adalah
percakapan antara dua pribadi dalam jarak jauh. Komunikasi ini sejenis
komunikasi lisan jarak jauh. Ciri khas bertelepon ialah berbicara jenis,
singkat, dan lugas. Factor waktu harus juga diperhitungkan. Terlalu lama
berbicara menyebabkan biaya mahal dan menganggu orang lain ingi menggunakan
telepon tersebut. Telepon biasanya digunakan dalam hal-hal penting saja,
seperti penyampaian berita penting, melaporkan kecelakaan, kebakaran, dan
perampokan. Teknik bertelepon dapat digunakan sebagai teknik pengajaran
berbicara.
Melalui metode
bertelepon diharapkan peserta didik berbicara jelas, singkat dan lugas. Siswa harus dapat menggunakan waktu
seefisien mungkin.
c. Wawancara
Wawancara dapat
digunakan sebagai metode pengajaran berbicara, pada hakekatnya wawancara adalah
bentuk kelanjutan dari percakapan atau tanya jawab. Percakapan dan tanya jawab
sudah biasa digunakan sebagai metode pengajaran berbicara.
Siswa yang susah
atau malu berbicara, dapat dipancing untuk berbicara dengan menjawab sejumlah
pertanyaan mengenai dirinya, misalnya mengenai nama, usia, tempat tinggal,
pekerjaan orang tua, dll.
d. Diskusi
Diskusi sering
digunakan sebagai kegiatan dalam kelas. Metode diskusi sangat berguna bagi
siswa dalam melatih dan mengembangkan keterampilan berbicara dan siswa juga
turut memikirkan masalah yang didiskusikan.
Menurut Kim Hoa Nio
dalam Tarigan (1987: 128) diskusi ialah proses pelibatan dua atau lebih
individu yang berintraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang
sudah tentu melalui cara tukar menukar informasi untuk memecahkan masalah.
e. Memerikan
Memerikan berarti
menjelaskan, menerangkan, melukiskan atau mendeskripsikan sesuatu. Siswa
disuruh memperhatikan sesuatu benda atau gambar benda, kesibukan lalu lintas,
melihat pemandangan atau gambarnya dengan teliti. Kemudian siswa diminta
menjelaskan apa yang telah dilihatnya secara lisan.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Siswa
membentuk beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3) Guru
mengucapkan sepatah kata atau menunjukkan tulisan sepatah kata atau kalimat,
lalu memberi contoh memerikan kata atau kalimat tersebut beserta
kaidah-kaidahnya.
4) Guru
mengucapkan sepatah kata atau menunjukkan tulisan sepatah kata atau kalimat
yang lainnya lalu menyuruh siswa mengucapkan dan memerikan kata atau kalimat
tersebut menurut kaidah-kaidahnya.
5) Guru
menyuruh siswa satu persatu mengambil/memilih gulungan kertas yang sudah
disiapkan terlebih dahulu berisi tulisan kata/kalimat lalu siswa tersebut
memerikannya sementara siswa yang lain mendengarkan dan menilainya.
6) Demikian
seterusnya sampai semua siswa mendapat gilirannya.
7) Evaluasi.
8) Kesimpulan.
f. Metode Menjawab Pertanyaan
Metode
ini sudah sangat umum sehingga dapat diterapkan pada kondisi dan jenis bahan
ajar. Pertanyaan dapat dikondisikan sedemikian rupa oleh guru untuk merangsang kreatifitas
berfikir dan menyampaikan tanggapan terhadap suatu masalah yang diajukan.
Berikut
salah satu contoh langkah-langkah
pembelajarannya :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan 4 orang, masing-masing
kelompok diberi nama ( buah, pahlawan,abjad,dsb).
3) Siswa
diberi kesempatan membaca/memahami materi sekitar 15 menit.
4) Guru
melontarkan satu pertanyaan kepada siswa dalam satu kelompok dengan
memperhatikan 8 komponen bertanya dasar. Jika siswa tersebut menjawab
benar diberi nilai 100, jika salah/tidak bisa menjawab diberi nilai 0 dan soal
tidak dilempar ke kelompok lain.
5) Guru
melontarkan satu pertanyaan yang lain kepada siswa kelompok berikutnya dengan
memperhatikan 8 komponen bertanya dasar. Jika siswa tersebut tidak bisa
menjawab diberi nilai 0 dan soal tidak dilempar ke kelompok lain. Demikian
seterusnya sampai semua kelompok mendapat giliran.
6) Guru
melontarkan pertanyaan lemparan, artinya jika siswa dalam satu kelompok tidak
bisa menjawab, maka soal dilemparkan kepada siswa kelompok lain. Demikian
seterusnya sampai semua kelompok mendapatkan giliran.
7) Guru
melontarkan pertanyaan rebutan, artinya jika siswa dalam satu kelompok tidak
bisa menjawab/salah maka soal diperebutkan kelompok lainnya.
8) Penilaian
dilakukan oleh guru tetapi siswa juga ikut mencatat perolehan nilainya.
9) Kelompok
dengan nilai tertinggi mendapat predikat pemenang dan mendapatkan reward tanda
bintang di papan nama kelompoknya.
10) Evaluasi.
11) Kesimpulan.
g.
Metode Bertanya
Metode
bertanya juga sangat layak digunakan pada sembarang bahan ajar. Dengan
menyajikan bahan ajar telebih dahulu kemudian siswa ditugaskan untuk membuat
pertanyaan tentang sesuatu yang tidak dipahami oleh siswa atau bahkan dalam
tataran menguji materi ajar itu sendiri. Dengan bertanya mereka akan mendapat
jawaban dan tanggapan tersebut. Tanggapan dan jawaban tersebut yang diterima
oleh siswa akan masuk dalam suatu kondisi benar dan tidak. Apabila siswa memang
dasarnya adalah murni bertanya maka setelah mendengarkan jawaban/tanggapan dan
menganalisanya akan menanggapi benar atau salah. Dan apabila siswa bermaksud
menguji sudah barang tentu mereka sudah memiliki jawaban dan hal itu adalah proses
berfikir yang selangkah lebih maju. Sehingga siswa ini tergolong memiliki kecerdasan
lebih dan layak mendapatkan penghargaaan yang lebih pula. Kondisi-kondisi unik
lainnya dapat ditemui secara langsung dilapangan dengan tingkat variasi dan
kompleksitas yang lebih tinggi.
Salah
satu contoh langkah-langkah
pembelajarannya, sebagai berikut :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Siswa
dibentuk menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3) Guru
merangsang motivasi siswa dengan menceritakan sebuah peristiwa yang menarik
namun cerita tersebut tidak sempurna.
4) Siswa
diberi kesempatan mengajukan pertanyaan sehubungan isi cerita guru tadi yang
sengaja dibuat belum sempurna sehingga menimbulkan tanda tanya/keingintahuan
siswa.
5) Kelompok
yang mengajukan pertanyaan secara benar akan mendapatkan poin (untuk merangsang
persaingan/kompetisi siswa).
6) Kelompok
yang terbanyak mendapatkan poin menjadi pemenang dan diberi reward.
7) Evaluasi.
8) Kesimpulan.
h.
Metode
Pertanyaan Menggali
Metode
ini sangat baik digunakan jika kondisi siswa yang stagnan dan dengan rata-rata
tingkat pemahaman bahkan IQ biasa-biasa saja. Karna untuk mengantarkan mereka
kepada suatu pemahaman yang menjadi tujuan pembelajaran diperlukan
langkah-langkah yang menggiring siswa sehingga sampai pada suatu keadaan paham
kepada tema atau permasalahan yang ingin kita sampaikan. Terkadang usaha ini
agak sulit dan membuat kita jengkel karna harus berputar-putar mencari
pengandaian dan logika lain, akan tetapi disinilah letak seni kita sebagai
guru. Akhirnya siswa akan dapat berbicara untuk menyampaikan gagasan, ide dan
pendapat mereka.
i.
Metode
Melanjutkan cerita
Pada
kegiatan ini siswa secara bergilir ditugaskan untuk membuat ide cerita dan
siswa yang lainnya melanjutkan cerita tersebut. Dalam keadaan tertentu dapat
dikondisikan suatu bentuk permainan dalam kegiatan ini.
Salah
satu contoh langkah-langkah
pembelajarannya, sebagai berikut :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3) Guru
bercerita sementara siswa menyimak dengan seksama.
4) Guru
menghentikan ceritanya (jeda) lalu menunjuk salah seorang siswa dalam satu
kelompok untuk melanjutkan cerita guru tersebut dalam satu kalimat.
5) Guru
menunjuk salah seorang siswa dari kelompok lain untuk meneruskan cerita dari
kelompok pertama.
6) Demikian
seterusnya sampai seluruh kelompok mendapat giliran.
7) Jika
waktu masih tersisa guru dapat menambah satu topik cerita yang lain.
8) Evaluasi.
Penilaian difokuskan pada penyusunan kalimat yang benar dan relevan dengan inti
cerita.
9) Kesimpulan.
j.
Bercerita
Kegiatan
ini sudah sangat umum dilaksanakan terutama dalam pembelajaran yang menggunakan
bahan ajar certai baik fiksi maupun non fiksi. Dimana siswa ditugaskan untuk
membaca atau mendengar cerita untuk kemudian menceritakan kembali isi cerita
tersebut secara lisan di depan teman-teman mereka yang berperan sebagai audien.
Dengan kegiatan ini maka siswa akan tertantang untuk berlomba memahami cerita
yang sudah pernah mereka dengar atau basa.
Salah
satu contoh langkah-langkah
pembelajarannya, sebagai berikut :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Guru
mendemonstrasikan bercerita di depan peserta didik dengan tema cerita yang
nenarik.
3) Siswa
mencoba mendemonstrasikan bercerita tentang peristiwa menarik yang baru saja
dialami di depan kelas (sementara sambil duduk dulu juga boleh).
4) Agar
semua siswa mendapat giliran, bisa juga penunjukkannya dilakukan dengan cara
diundi seperti arisan.
5) Agar
lebih meriah dapat pula digunakan media televisi yang tengah menyiarkan
acara menarik misalnya lintas berita, flora fauna, film anak-anak, dsb.
6) Setelah
selesai menyaksikan acara tertentu di televisi, peserta didik mencoba bercerita
tentang peristiwa /film tersebut dengan menggunakan bahasanya sendiri.
7) Demikian
seterusnya sampai seluruh siswa maju untuk bercerita.
8) Evaluasi.
9)
Kesimpulan.
k.
Metode
Parafrase
Metode
ini dapat dilaksanakan dalam kegiatan belajar menggunakan bahan ajar puisi yang
selanjutnya dirubah menjadi prosa yang kemudian siswa ditugaskan menceritakan
secara lisan hasil paraprase tersebut.
Salah
satu contoh langkah-langkah
pembelajarannya, sebagai berikut :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Guru
memasang beberapa kartu kata menjadi sebuah kartu kalimat, lalu memberi contoh
paraphrase/memenggal kalimat tersebut menjadi potongan beberapa kartu kata
menurut jabatan kalimatnya (SPOK) lalu mengucapkannya kata per kata.
3) Peserta
didik mencoba melakukan seperti apa yang dilakukan guru dengan kartu
kalimat yang lain.
4) Pada
paraphrase puisi, guru dapat menjelaskan teknik paraphrase puisi yaitu dengan
menyisipkan sebuah kata di antara kalimat puisi, lalu menyusunnya menjadi
sebuah paragraf.
5) Setelah
paragraf selesai siswa lalu membacakannya.
6) Demikian
seterusnya sampai seluruh siswa maju mengucapkan paraphrase kalimat atau puisi,
dan bukan menuliskannya karena ini model pembelajaran berbicara.
7) Evaluasi.
8) Kesimpulan.
l.
Metode
Reka Cerita Gambar
Metode
ini sangat kreatif dan layak untuk dicoba karna dengan menyajikan gambar acak
siswa akan mereka kembali dengan susunan yang benar urutan gambar tersebut.
Dalam kegiatan tersebut dengan sudah sangat pasti mereka akan berbicara setelah
guru bertanya, “Anak anak, Bagaimanakah susunan yang benar dai gambar tersebut
?” .
Salah
satu contoh langkah-langkah
pembelajarannya, sebagai berikut :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok (tidak harus berkelompok).
3) Guru
menunjukkan atau memasang gambar berseri (3-4 gambar).
4) Guru
mereka cerita berdasarkan gambar berseri tersebut, sementara siswa
memperhatikan.
5) Setiap
kelompok Siswa mendapat kesempatan mereka cerita berdasarkan gambar tersebut
dengan bimbingan guru.
6) Guru
menunjukkan atau menempelkan gambar berseri yang lain.
7) Setiap
kelompok mencoba mereka cerita berdasarkan gambar tersebut.
8) Demikian
seterusnya sampai seluruh siswa dapat mereka cerita berdasarkan gambar.
9) Evaluasi.
10) Kesimpulan.
m. Metode Memberi Petunjuk
Metode
ini layak juga untuk dicoba terutama untuk mempelajari bahan ajar tentang
denah, petunjuk penggunaan obat dan alat tertentu. Dengan penugasan untuk
menyampaikan hal tersebut siswa akan tertantang untuk berbicara dan menyampaikan
penjelasan berdasarkan ide dan pendapat masing-massing melalui bahasa sederhana
dan sesederhanapun penyampaian layak mendapat penghargaaan.
n.
Metode
Pelaporan
Melalui
pengamatan terhadap obyek pada kegiatan tertentu siswa kemudian melaporkan hasil
pengamatan dengan penyampaian lisan yang didahului oleh konsep tulisan. Dalam
hal ini terjadi proses mirip dengan proses pada metode identifikasi akan tetapi
memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi. Sehingga sesederhana apapun
penyampaian siswa layak dihargai karna sebagai awal mula yang baik untuk proses
penelitian dan pelaporan dalam kegiatan ilmiah yang sangat mendukung proses
meningkatkan kreatifitas siswa.
o.
Metode
Dramatisasi
Metode
ini adalah kelanjutan dari kegiatan bermain peran yang dilengkapi dengan tema,
seting, perwatakan, seting dan naskah drama yang ditampilkan secara utuh.
Kegiatan ini penuh dengan kegiatan berbicara sesuai dengantuntunan naskah yang
runtut.
Salah
satu contoh langkah-langkah
pembelajarannya, sebagai berikut :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Siswa
dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3) Guru
menyiapkan scenario/naskah dengan tema cerita yang menarik.
4) Ketua
kelompok membagi peran masing-masing sesuai yang terdapat dalam scenario. Guru
pun dapat memegang salah satu peran apabila dirasakan memang perlu.
5) Tiap-tiap
pemain menghapalkan dialog dalam scenario.
6) Guru
menunjuk salah satu kelompok yang sudah benar-benar siap untuk menampilkan
naskah pementasan.
7) Demikian
seterusnya sampai seluruh kelompok tampil.
8) Evaluasi,
meliputi lafal,intonasi,ekspresi, penghayatan dan penampilan.
9)
Kesimpulan.
p.
Model Ulang Ucap
Model
pembelajaran ini merupakan pembelajaran tingkat awal/pertama pada model
pembelajaran berbicara.
Dengan demikian maka dikandung pengertian bahwa model pembelajaran ini sebagai
langkah awal/dasar bagi pembelajaran selanjutnya yaitu model pembelajaran lihat
ucapkan. Langkah pembelajaran dan proses pembelajaran ulang ucap dapat
menyerupai model pembelajaran dengar
ulang ucap (mendengarkan), namun boleh divariasikan dan
dikombinasikan agar lebih kreatif dan menyenangkan asal tetap mengacu pada
tujuan pembelajaran. Penilaian dalam model pembelajaran ulang ucap
dititikberatkan pada lafal
dan intonasi yang jelas dan tepat.
Salah
satu contoh langkah-langkah
pembelajarannya, sebagai berikut :
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Guru
mengucapkan sebuah kata atau kalimat sederhana dengan intonasi yang
jelas.
3) Guru
menyuruh seluruh siswa bersama-sama mengulang ucapan/kata-kata yang baru saja
diucapkan guru.
4) Guru
menunjuk salah satu siswa mengulang ucapan/kata-kata yang baru saja diucapkan
guru, dilanjutkan dengan siswa yang lain.
5) Guru
mengulangi lagi dengan ucapan kata-kata/kalimat yang lain, lalu melakukan
langkah ketiga dan keempat.
6) Guru
menunjuk salah satu siswa mengucapkan sebuah kata/kalimat, lalu siswa yang lain
mengulang ucapan kata/kalimat tersebut.
7) Demikian
seterusnya sampai seluruh siswa maju mengulang ucapan dari guru atau siswa.
8) Evaluasi.
9) Kesimpulan.
3.
Penilaian
Keterampilan Berbicara
Setiap kegiatan
belajar perlu diadakan penilaian, setelah proses belajar mengajar itu selesai.
Penilaian ini dapat diperoleh melalui tes. Tes merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana siswa mampu mengikuti
proses belajar mengajar yang telah berlangsung. Cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan keterampilan
berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berbicara yang difokuskan pada praktik berbicara.
Rofi’uddin dan Zuhdi (2002:169-171)
mengemukakan bahwa secara umum, bentuk tes yang dapat digunakan dalam mengukur
kemampuan berbicara adalah tes subjektif yang berisi perintah untuk melakukan
kegiatan berbicara. Beberapa tes yang dapat digunakan antara lain: tes
kemampuan berbicara berdasarkan gambar. Tes ini dilakukan dengan cara
memberikan pertanyaan sehubungan dengan rangkaian gambar atau menceritakan
rangkaian gambar.
a.
Tes wawancara, yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bahasa yang sudah cukup memadahi.
b.
Bercerita, yang dilakukan dengan cara
mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik tertentu).
c.
Diskusi, dengan cara meminta mendiskusikan
topik tertentu.
d.
Ujaran terstruktur, yang meliputi mengatakan
kembali, membaca kutipan, mengubah kalimat dan membuat kalimat.
Selanjutnya,
Santoso, dkk (2006: 7.19-7.24) mengemukakan bahwa ada tiga jenis tes yang dapat
digunakan untuk menilai aatau mengukur kemampuan berbicara, yaitu tes respons
terbatas, tes terpandu dan tes wawancara.
a.
Tes Respons
Terbatas
Tes ini digunakan untuk mengukur
kemampuan berbicara secara terbatas atau secara singkat. Tes jenis ini mencakup
beberapa macam tes, yaitu:
1)
Tes respons terarah. Tes ini dilakukan dengan
cara meminta menirukan isyarat (cue) yang disampaikan.
2)
Tes isyarat atau penanda gambar. Tes ini
menggunakan gambar sebagai sarana untuk mengukur kemampuan berbicara.
3)
Tes berbicara nyaring. Tes ini dilakukan
dengan cara meminta siswa untuk membaca dengan bersuara kalimat atau paragraf yang
disediakan oleh guru.
b.
Tes Terpandu
Tes ini
dilakukan dengan cara memberikan panduan untuk mendorong menampilkan kemampuan
berbicaranya. Tes ini meliputi tes parafrase, tes penjelasan, dan tes bermain
peran terpandu.
c. Tes Wawancara
Tes wawancara dilakukan
dengan cara mewawancarai dan meminta untuk bersikap wajar, tidak dibuat-buat,
dan tidak bersikap kasar.
Penilaian di dalam keterampilan
berbicara ditentukan dari 2 hal, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non
kebahasaan (Nurgiyantoro, 1995: 152).
Penilaian dari faktor
kebahasaan meliputi: (1) ucapan, (2) tata bahasa, (3) kosa kata, sedangkan
penilaian dari faktor non kebahasaan meliputi: (1) ketenangan, (2) volume
suara, (3) kelancaran, (4) pemahaman.
Menurut
Burhan (1995) ada beberapa aspek yang dinilai pada saat anak berbicara
diantaranya sebagai berikut:
a.
Ketepatan
pengucapan
Seorang pembicara harus membiasakan
diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang
kurang tepat dapat mengalihkan perahatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan
dan artikulasi yang digunakan tidak selalu sama. Setiap orang mempunyai gaya
tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok
pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi kalau perbedaan atau perubahan
itu terlalu mencolok, dan menyimpang, maka keefektifan komunikasi akan
terganggu.
Setiap penutur tentu sangat
dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Misalnya, pengucapan untuk akhiran kan yang
kurang tepat, memasukkan. Memang kita belum memiliki lafal baku, namun
sebaiknya ucapan kita jangan terlalu diwarnai oleh bahasa daerah, sehingga
dapat mengalihkan perhatian pendengar. Demikian juga halnya dengan pengucapan
tiap suku kata. Tidak jarang kita dengar orang mengucapkan kata-kata yang tidak
jelas suku katanya. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat
akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik sehingga
dapat mengalihkan perhatian pendengar, mengganggu komunikasi, atau pemakainya
dianggap aneh.
b.
Ketepatan
intonasi
Kesesuaian intonasi merupakan daya
tarik tersendiri dalam berbicara dan merupakan faktor penentu. Walaupun masalah
yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan intonasi yang sesuai dengan
masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir
dapat dipastikan menim-bulkan kejemuan dan keefektifan berbicara berkurang.
Demikian
juga halnya dalam pemberian intonasi pada kata atau suku kata. Tekanan suara
yang biasanya jatuh pada suku kata terakhir atau suku kata kedua dari belakang,
kesmudian ditempatkan pada suku kata pertama. Misalnya kata peyanggah,
pemberani, kesempatan, diberi tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu kedengarannya
janggal.
c.
Pilihan
kata (diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas,
dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi
sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan lebih paham, kalau kata-kata yang
digunakan sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan
lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal
dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin
tahu, namun menghambat kelancaran komunikasi. Pilihan kata itu tentu harus
disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara
(pendengar).
d.
Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar
berbicara memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita
dengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang
terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan
pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya,
pembicara yang terlalu cepat berbicara juga menyulitkan pendengar menangkap
pokok pembicarannya. Aspek lainya yang dinilai didalam berbicar terdiri atas
aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas ucapan atau
lafal, tekanan kata, nada, dan irama persendian, koskata atau ungkapan dan
versi kalimat atau struktur kalimat. Aspek non kebahasaan terdiri dari
kelancaran penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban semangat dan
sikap. Dari pendapat di atas penilaian dapat dilakukan dengan melihat struktur
kalimat, pilihan kata, intonasi, dan kelancara.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keterampilan
berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa sebagai kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara
lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Berbicara sebagai
salah satu aspek keterampilan berbahasa memiliki keterkaitan erat dengan aspek
keterampilan berbahasa lainnya, yaitu antara berbicara dengan menyimak,
berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.
Tujuan berbicara yang utama ialah untuk berkomunikasi.
Sedangkan tujuan berbicara secara umum ialah untuk memberitahukan atau
melaporkan informasi kepada penerima informasi, meyakinkan atau mempengaruhi
penerima informasi, untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar
atau penerima informasi.
Pembelajaran berbicara di sekolah
dasar dilaksanakan dengan berbagai metode. Setiap metode pembelajaran berbicara
mempunyai kelebihan dan kekurangan masingmasing. Metode yang satu akan
melengkapi metode yang lain. Guru dapat memilih salah satu atau menggabungkan
berbagai metode sesuai dengan kondisi siswa dan tersedianya sarana pendukung
lainnya. Selain itu, guru juga boleh menciptakan model baru dalam pelaksanaan
pembelajaran berbicara.
B.
Saran
Sebagai warga negara yang baik,
mari kita meningkatkan kemampuan berbicara kita, tidak hanya dalam pembelajaran
di sekolah, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Dari penjelasan berbicara bahasa Indonesia di atas, kita
berharap penguasaan keterampilan berbicara bahasa Indonesia dapat dimulai pada sekolah dasar, sehingga siswa
dapat mempraktikkannya dengan baik dan benar.
Apalagi kita sebagai generasi penerus bangsa harus dapat mengembangkan dan
melestarikan bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
(2011). Metode Pembelajaran Berbicara Bahasa. (Online). http://baliteacher.blogspot.co.id/2011/05/metode-pembelajaran-berbicara-bahasa.html.
(20 April 2016).
Anonim.
(2013). Prinsip Pembelajaran Keterampilan.
(Online). http://choirunnisasalisunnajati.blogspot.co.id/2013/01/prinsip-pembelajaran-keterampilan.html.
(20 April 2016).
Arsjad, G.M dan U.S Mukti. 2001. Membina Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Tarigan, Djago. 1986. Teknik
Pengajaran Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Yogyakarta: BPFE.
Santosa, Puji, dkk. 2006. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universias Terbuka.
Rofi’uddin, Ahmad dan Zuhdi, Darmiyati. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Slamet, St. Y. dan Amir. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia
(Bahasa Lisan dan Bahasa Tertulis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Supriadi. 2015. Keterampilan
Berbahasa Indonesia. Makassar
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara: sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tim LBB sscintersolusi. 2006. Bahasa Indonesia SMA 3. Yogyakarta: Sscintersolusi.
Langganan:
Komentar (Atom)