Kamis, 26 Mei 2016

makalah ruang lingkup PKn di SD

MAKALAH
RUANG LINGKUP PKN DI SD”

OLEH :
WAHIDA (1447041004)
KELAS M 3.1

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016

 BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mengalami perubahan nama dengan sangat cepat karena mata pelajaran ini rentan terhadap perubahan politik, namun ironisnya nama berubah berkali-kali, tetapi secara umum serta pendekatan cara penyampaiannya kebanyakan tidak berubah. Dari sisi isi misalnya, lebih menekankan pengetahuan untuk di hafal dan bukan materi pembelajaran yang mendorong berpikir apalagi berpikir kritis siswa. Dari segi pendekatan yang lebih ditonjolkan adalah pendekatan politis dan kekuasaan.
Dari segi pembelajaran atau sistem penyampaiannya lebih menekankan pada pembelajaran satu arah dengan dominasi guru yang lebih menonjol sehingga hasilnya sudah dapat diduga, yaitu verbalisme yang selama ini sudah dianggap sangat melekat pada pendidikan umumnya di Indonesia.Untuk dapat mengatasi hal itulah kiranya dibutuhkan perubahan-perubahan dalam pendidikan kewarganegaraan paling tidak untuk ketiga aspek tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah hakikat PKn?
2.      Apakah fungsi PKn?
3.      Apakah tujuan PKn?
4.      Apakah prinsipPKn?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat PKn
Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari para peserta didik baik sebagai individu, sebagai anggota masyarakat dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Hakikat Pendidikan Kewarganegaran adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosiokultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945.

B.     Fungsi PKn
Adapun fungsi-fungsi dari PKn adalah:
1.      Membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional /tujuan negara
2.      Dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelsaikan masalah pribadi, masyarakat dan negara.
3.      Dapat mengapresiasikan cita-cita nasional dan dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas.
4.      Wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945.
5.      Fungsi PKn di SD adalah wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.

C.    Tujuan PKn
Tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1.      Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2.      Berpatisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak cerdas dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara.
3.      Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya.
4.      Beriteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn di SD
1.      Memberikan pengertian pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah.
2.      Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan pancasila dan ciri khas serta watak ke-Indonesia.
3.      Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak didik.
4.      Menggugahkesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia untuk selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup kemungkinan bagi diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi dan dalam rangka kompetisi dalam pasar bebas dunia.
5.      Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma Pancasila.
6.      Mempersiapkan anak didik utuk menjadi warga negara dan warga masyarakat Indonesia yang baik dan bertanggung jawab serta mencintai bangsa dan negaranya.
Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari - hari. Adapun harapan yang ingin dicapai setelah pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga keutuhan dan persatuan bangsa .
D.    Prinsip PKn
Prinsip dasar pembelajaran PKn mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran. Menurut pendapat Budimansyah (2002:8) prinsip-prinsip pembelajaran tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (reaktive learning).
a.         Prinsip Belajar Siswa Aktif
Model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain- storming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya, disamping tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih satu masalah untuk kajian kelas.
b.        Kelompok Belajar Kooperatif
Proses pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu proses pembelajaran yang berbasis kerja sama. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama antar siswa dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk kerjasama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama.
c.         Pembelajaran Partisipatorik
Selain prinsip pembelajaran di atas PKn juga menganut prisip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab melaui model ini siswa belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah model ini memiliki makna yang ada hubungannya dengan praktik hidup berdemokrasi.
Dalam prinsip ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan strategi agar murid mempunyai motivasi belajar. Oleh karena itu, guru harus situasi sehingga materi pembelajaran menarik, tidak membosankan. Guru harus mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa jika hal ini terjadi, guru harus segera mencari cara untuk menanggulanginya. Inilah tipe guru yang reaktif itu.
Ciri guru yang reaktif itu diantaranya sebagai berikut:
a. Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.
b. Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami siswa.
c. Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa.
d. Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
PKn memiliki peran yang sangat besar untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang bisa mengemban semua permasalahan negara dan mencapai tujuan negaranya. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara yangcerdas, terampil, dan berkarakter yang diamantkan oleh pancasila dan UUD 1945 yang didasarkan pada pengajarannya adalah setiap kelas menuntut perilaku nyata, hal ini berarti bahwa konsep dan nilai kewarganegaraan diajarkan tidak boleh berhenti pada pikiran semata tetapi harus terwujudkan dalam bentuk perilaku atau perbuatan nyata (kehidupan sehari-hari).
B.     Saran
PKn merupakan mata pelajaran yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup warga Negara untuk menuntun kita dalam menjalani hidup. Sebaiknya para pembimbing dan pengajar yang nantinya akan membawakan PKn ini lebih bersungguh-sungguh dan tidak terlalu menekan para siswanya saat mengajar agar mereka lebih tertarik untuk memperhatikan dan lebih mudah memahami Pendidikan Kewarganegaraan tersebut.




Daftar Pustaka
http://cenatcenutpgsd.blogspot.co.id/p/hakikat-dan-fungsi.html (diakses pada tanggal 8 Februari 2016, 14.00)

makalah pendidikan bahasa indonesia 1 keterampilan berbicara

MAKALAH
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA 1
“KETERAMPILAN BERBICARA”


OLEH
KELOMPOK 2
M31
DWI LESTARI BASNUR
WAHIDA
RESKI ANUGERAH
IKA KARTIKA KUSUMA WARDANI
NABILAH KHAIRUNNISA



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2016

KATA PENGANTAR
Segala puji patut disampaikan kepada Allah SWT. Serta tak lupa pula kita kirimkan  salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, atas selesainya pembuatan makalah kami yang berjudul “Keterampilan Berbicara”.
Seperti kata pepatah, “Tak ada gading yang tak retak”, hasil kami tidaklah sesempurna apa yang di inginkan pembaca. Namun, kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran sangat kami butuhkan untuk memperbaiki dam makalah ini lebih baik.
Oleh karena itu, kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi bacaan yang bermanfaat bagi semua terutama kami selaku penulis.


Makassar, 23 April 2016

                        Penulis 









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                 
DAFTAR ISI                                                                                                 
BAB 1 PENDAHULUAN                                                                            
A.    Latar Belakang                                                                                    
B.     Rumusan Masalah                                                                               
C.     Tujuan                                                                                                 
BAB II PEMBAHASAN                                                                             
A.    Hakikat Berbicara                                                                               
B.     Tujuan Berbicara                                                                                 
C.     Jenis-jenis Berbicara                                                                           
D.    Pembelajaran Berbicara                                                    
BAB III PENUTUP                                                                                      
A.    Kesimpulan                                                                                        
B.     Saran                                                                                                 
DAFTAR PUSTAKA                                         
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
keterampilan berbicara sangat penting dalam berbagai bidang kehidupan. bidang  pendidikan, misalnya, dalam bentuk keterampilan berbicara yang melibatkan komunikasi antara guru dan siswa, baik yang sifatnya satu arah maupun yang timbal balik ataupun keduanya. Seseorang yang memiliki keterampilan berbicara yang baik, akan memiliki kemampuan yang baik pula dalam berkomunikasi. Dengan keterampilannya, segala pesan yang disampaikannya akan mudah dicerna, sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dengan siapa saja.
Pembelajaran berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lainnya. Terampil berbicara tidaklah semudah yang dibayangkan. Kenyataan menunjukkan bahwa taraf kemampuan berbicara siswa bervariasi mulai taraf yang baik atau lancar, sedang, gagap, atau kurang. Ada siswa yang lancar menyatakan keinginan, rasa senang, sedih, sakit atau letih. Ada juga siswa yang tidak dapat meyatakan pendapatnya mengenai sesuatu walaupun dalam taraf yang sederhana. Tidak sedikit juga siswa yang masih takut-takut berdiri dihadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang terlihat beberapa siswa berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa segalanya bila ia berhadapan dengan sejumlah siswa lainnya.
Oleh karena itu, dengan adanya penjelasan mengenai keterampilan berbicara ini, diharapkan mampu memberikan pengetahuan lebih bagi calon pengajar dalam memperkecil kesulitan berbicara seperti kebanyakan yang dialami oleh siswa. Submasalah dalam makalah ini adalah pengertian berbicara, tujuan, jenis-jenis serta pengajaran pembelajaran berbicara.
B.       Rumusan Masalah
1.        Bagaimana hakikat berbicara?
2.        Bagaimana tujuan berbicara?
3.        Apa saja jenis-jenis berbicara?
4.        Bagaimana pengajaran pembelajaran berbicara?
C.      Tujuan
1.        Menjelaskan hakikat berbicara.
2.        Menjelaskan tujuan berbicara.
3.        Menjelaskan jenis-jenis berbicara.
4.        Menjelaskan pengajaran pembelajaran berbicara.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Hakikat Berbicara
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi, karena komunikasi lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara. Berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
     Pada hakikatnya, berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya terdapat pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Bahkan, telah disebutkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (Depdiknas, 2006: 1) bahwa hakikat pembelajaran berbicara pada dasarnya adalah menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, pengalaman, pendapat, dan komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi laporan, diskusi, protokoler, dan pidato, serta dalam berbagai karya sastra berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 144) berbicara adalah suatu berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat, dengan berbicara manusia dapat mengungkapkan ide, gagasan, perasaan kepada orang lain sehingga dapat melahirkan suatu intraksi.
Tarigan (1986: 3) mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan orang tersebut.
Arsjad dan Mukti. 1998 menjelaskan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, dan men menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture).
 Dari uraian pengertian berbicara di atas, maka dapat ditarik suaru kesimpulan bahwa:
a.       Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
b.      Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
c.       Berbicara adalah proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk menyatakan sebagai anggota masyarakat.
d.      Berbicara adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.
e.       Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari di lingkungan keluarga, tetangga, dan lingkungan lainnya di sekitar tempatnya hidup sebelum masuk sekolah.
B.       Tujuan Berbicara
Tujuan berbicara adalah untuk menginformasikan, untuk melaporkan sesuatu hal pada pendengar. Sesuatu tersebut dapat berupa, menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal, atau peristiwa.
Gorys Keraf dalam Slamet dan Amir (1996: 46-47) mengemukakan tujuan berbicara diantaranya adalah untuk meyakinkan pendengar, menghendaki tindakan atau reaksi fisik pendengar, memberitahukan, dan menyenangkan para pendengar. Pendapat ini tidak hanya menekankan bahwa tujuan berbicara hanya untuk memberitahukan, meyakinkan,  menghibur, namun juga menghendaki reaksi fisik atau tindakan dari si pendengar atau penyimak.
Menurut Tarigan (2008: 16) Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap (para) pendengarnya dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persuade).
Tim LBB SSC Intersolusi (2006: 84) berpendapat bahwa tujuan berbicara ialah untuk: (1) memberitahukan sesuatu kepada pendengar, (2) meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, dan (3) menghibur pendengar. Pendapat ini mempunyai maksud yang sama dengan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara yang utama ialah untuk berkomunikasi. Sedangkan tujuan berbicara secara umum  ialah untuk memberitahukan atau melaporkan informasi kepada penerima informasi, meyakinkan atau mempengaruhi penerima informasi, untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar atau penerima informasi.
Tujuan berbicara dalam kurikulum adalah agar siswa mampu berbicara secara efektif dan efisien dalam mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, dan perasaan kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan.
Supriadi (2015: 68-70) mengemukakan tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal berikut:
1.      Kemudahan berbicara
Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun di hadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya. Para peserta didik mengembangkan kepercayaam yang tumbuh melalui tulisan.

2.      Kejelasan
Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan baik. Dengan latihan berdiskusi yang mengatur cara berfikir yang logis dan jelas, kejelasan berbicara tersebut dapat dicapai.
3.      Bertanggung jawab
Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topic pembicaraan, tujuan pembelajaran, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan demikian akan menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggungjawab atau bersilat lidah yang mengelabui kebenaran.
4.      Membentuk pendengaran yang kritis
Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama pengajaran keterampilan berbicara ini. Di sini peserta didik perlu belajar untuk dapat mengevaluasi kata-kata, niat, tujuan, pembicara yang secara emplisit mengajukan pertanyaan: siapakah yang berkata; ,mengapa ia berkata demikian; apa tujuannya; dan apa kewenangannya berkata demikian.
5.      Membentuk kebiasaan
Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu. Faktor ini demikian penting dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.

C.    Jenis-jenis Berbicara
Jenis-jenis (kegiatan) berbicara informal, meliputi:
1.      Tukar pengalaman
2.      Percakapan
3.      Menyampaikan berita
4.      Menyampaikan pengumuman
5.      Bertelpon
6.      Memberi petunjuk
Jenis-jenis (kegiatan) berbicara formal, meliputi:
1.      Ceramah
2.      Perencanaan dan penilaian
3.      Interview
4.      Prosedur parlementer
5.      Bercerita

D.      Pembelajaran Berbicara
1.        Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbicara
Tujuan keterampilan berbicara akan tercapai jika program pengajaran dilandasi oleh prinsip-prinsip yang relevan, dan pola KBM yang membuat para peserta didik secara aktif mengalami kegiatan berbicara. Prinsip-prinsip tersebut adalah pengintegrasian program latihan keterampilan berbicara sebagai bagian dari penggunaan bahasa secara menyeluruh dengan penekanan pada unit-unit khusus yang melibatkan aktivitas pengajar dan peserta didik. Menurut Supriadi (2015: 71) keterlibatan pengajar dapat mencakup:
a.       Diagnosis pengajar mengenai kebutuhan, minat, dan selera peserta didik secara umum.
b.      Diagnosis pengajar mengenai perbedaan kondisi keterampilan individu peserta didik.
c.       Keterampilan pengajar bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan keadaan peserta didik, sumber, dan fasilitas.
Supriadi (2015: 71) mengemukakan khusus dalam hal diagnosis, pada umunya kesulitan-kesulitan yang dihadapi pengajar dan peserta didik diantaranya adalah:
a.       Distori fonem sebagai masalah artikulasi
b.      Masalah gagap yang lebih bersifat individual
c.       Pengacauan artikuasi kata yang bisa disebabkan oleh suara terlalu keras ataupun terlalu lembut.
d.      Masalah lain yang menyimpang dari garis formal kegiatan, misalnya seorang peserta didik berbicara sendiri secara informal kepada pengajar atau peserta didik lainnya dengan suara lirih ataupun dengan suara terlalu keras
Kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi peserta didik yang bersangkutan dengan terapi psikis yang direkomendasikan untuk mendasari sikap dalam melakukan latihan teknik penyembuhan tiap aspek kesulitan
Sebagaiman diketahui, pemilihan strategi atau gabungan metode dan teknik pembelajaran terutama didasarkan pada tujuan dan materi yang telah ditetapkan pada satuan-satuan kegiatan belajar. Dalam hal tersebut keterlibatan intelektual-emosional peserta didik dapat dilatihkan dalam kegiatan, antara lain:
a.       Bermain peran;
b.      Berbagai bentuk diskusi;
c.       Wawancara;
d.      Bercerita (pengalaman diri, pengalaman hidup, pengalaman membaca);
e.       Pidato;
f.       Laporan lisan;
g.      Membaca nyaring;
h.      Merekam bicara;
i.        Bermain drama.
Menurut Supriadi (2015: 71) ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran keterampilan berbicara adalah sebagai berikut :
a.       Memberikan latihan berbicara sebanyak-banyaknya. Untuk menguasai suatu keterampilan, termasuk keterampilan berbicara perlu latihan praktek yang dilaksanakan secara teratur dan terarah. Jadi siswa tidak cukup hanya mengetahui teori berbicara, melainkan mereka harus berlatih menerapkan teori tersebut dalam kondisi sealamiah mungkin.
b.      Latihan berbicara harus merupakan bagian yang integral dari program pembelajaran sehari-hari. Selain dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, latihan berbicara harus juga dialami siswa dalam pembelajaran lain, karena itu perlu adanya koordinasi antara guru bahasa Indonesia dengan guru-guru bidang studi lain, dalam hal memberi kesempatan berlatih berbicara kepada para siwa sehingga siswa secara aktif berlatih berbicara dalam suatu komunikasi sewajarnya.
c.       Menumbuhkan kepercayaan diri. Salah satu hambatan yang dihadapi seorang siswa, terutama siswa pemula adalah kurangnya rasa percaya diri. Latihan berbicara yang dilaksanakan secara teratur sangat berguna bagi pembinaan rasa percaya diri pada siwa tersebut.
Supriadi (2015: 73) menjelaskan bahwa dalam strategi pengajaran, pemakaian beberapa teknik dianggap lebih menguntungkan daripada hanya menggunakan satu teknik saja. Sedangkan dalam hal pendekatan, digunakan secara bervariasi antara pendekatan terkontrol dan pendekatan bebas. Kedua pendekatan ini diberlakukan pada sejumlah teknik yang dikehendaki, misalnya;
a.       Berbicara terpimpin: frase dan kalimat; satuan paragraf; dialog; pembacaan puisi.
b.      Berbicara semi-terpimpin: reproduksi cerita; cerita berantai; mrnyusun kaliamt dalam pembicaraan; melaporkan isi bacaan secara lisan.
c.       Berbicara bebas: diskusi; drama; wawancara; berpidato; bermain peran.
Pembelajaran berbicara perlu memahami beberapa prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan berbicara.

2.    Metode Pembelajaran Berbicara
Pembelajaran berbicara mempunyai sejumlah komponen yang pembahasanya diarahkan pada segi metode pengajaran. Guru harus dapat mengajarkan keterampilan berbicara dengan menarik dan bervariasi. Berikut beberapa metode pengajaran berbicara antara lain:
a.    Pecakapan
Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara dua atau lebih pembaca. Percakapan selalu terjadi dua proses yakni proses menyimak dan berbicara secara simultan. Percakapan biasanya dalam suasana akrab dan peserta merasa dekat satu sama lain dan spontanlitas. Percakapan merupakan dasar keterampilan berbicara baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.
b.   Bertelepon
Bertelepon adalah percakapan antara dua pribadi dalam jarak jauh. Komunikasi ini sejenis komunikasi lisan jarak jauh. Ciri khas bertelepon ialah berbicara jenis, singkat, dan lugas. Factor waktu harus juga diperhitungkan. Terlalu lama berbicara menyebabkan biaya mahal dan menganggu orang lain ingi menggunakan telepon tersebut. Telepon biasanya digunakan dalam hal-hal penting saja, seperti penyampaian berita penting, melaporkan kecelakaan, kebakaran, dan perampokan. Teknik bertelepon dapat digunakan sebagai teknik pengajaran berbicara.
Melalui metode bertelepon diharapkan peserta didik berbicara jelas, singkat dan  lugas. Siswa harus dapat menggunakan waktu seefisien mungkin.
c.    Wawancara
Wawancara dapat digunakan sebagai metode pengajaran berbicara, pada hakekatnya wawancara adalah bentuk kelanjutan dari percakapan atau tanya jawab. Percakapan dan tanya jawab sudah biasa digunakan sebagai metode pengajaran berbicara.
Siswa yang susah atau malu berbicara, dapat dipancing untuk berbicara dengan menjawab sejumlah pertanyaan mengenai dirinya, misalnya mengenai nama, usia, tempat tinggal, pekerjaan orang tua, dll.
d.   Diskusi
Diskusi sering digunakan sebagai kegiatan dalam kelas. Metode diskusi sangat berguna bagi siswa dalam melatih dan mengembangkan keterampilan berbicara dan siswa juga turut memikirkan masalah yang didiskusikan.
Menurut Kim Hoa Nio dalam Tarigan (1987: 128) diskusi ialah proses pelibatan dua atau lebih individu yang berintraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui cara tukar menukar informasi untuk memecahkan masalah.
e.    Memerikan
Memerikan berarti menjelaskan, menerangkan, melukiskan atau mendeskripsikan sesuatu. Siswa disuruh memperhatikan sesuatu benda atau gambar benda, kesibukan lalu lintas, melihat pemandangan atau gambarnya dengan teliti. Kemudian siswa diminta menjelaskan apa yang telah dilihatnya secara lisan.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Siswa membentuk beberapa kelompok beranggotakan 3-4  siswa.
3)      Guru mengucapkan sepatah kata atau menunjukkan tulisan sepatah kata atau kalimat, lalu memberi contoh memerikan kata atau kalimat tersebut beserta kaidah-kaidahnya.
4)      Guru mengucapkan sepatah kata atau menunjukkan tulisan sepatah kata atau kalimat yang lainnya lalu menyuruh siswa mengucapkan dan memerikan kata atau kalimat tersebut menurut kaidah-kaidahnya.
5)      Guru menyuruh siswa satu persatu mengambil/memilih gulungan kertas yang sudah disiapkan terlebih dahulu berisi tulisan kata/kalimat lalu siswa tersebut memerikannya sementara siswa yang lain mendengarkan dan menilainya.
6)      Demikian seterusnya sampai semua siswa mendapat gilirannya.
7)      Evaluasi.
8)      Kesimpulan.
f.       Metode Menjawab Pertanyaan
Metode ini sudah sangat umum sehingga dapat diterapkan pada kondisi dan jenis bahan ajar. Pertanyaan dapat dikondisikan sedemikian rupa oleh guru untuk merangsang kreatifitas berfikir dan menyampaikan tanggapan terhadap suatu masalah yang diajukan.
Berikut salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan 4 orang, masing-masing kelompok diberi nama ( buah, pahlawan,abjad,dsb).
3)      Siswa diberi kesempatan membaca/memahami materi sekitar 15 menit.
4)      Guru melontarkan satu pertanyaan kepada siswa dalam satu kelompok dengan memperhatikan 8 komponen bertanya dasar. Jika siswa tersebut  menjawab benar diberi nilai 100, jika salah/tidak bisa menjawab diberi nilai 0 dan soal tidak dilempar ke kelompok lain.
5)      Guru melontarkan satu pertanyaan yang lain kepada siswa kelompok berikutnya dengan memperhatikan 8 komponen bertanya dasar. Jika siswa tersebut tidak bisa menjawab diberi nilai 0 dan soal tidak dilempar ke kelompok lain. Demikian seterusnya sampai semua kelompok mendapat giliran.
6)      Guru melontarkan pertanyaan lemparan, artinya jika siswa dalam satu kelompok tidak bisa menjawab, maka soal dilemparkan kepada siswa kelompok lain. Demikian seterusnya sampai semua kelompok mendapatkan giliran.
7)      Guru melontarkan pertanyaan rebutan, artinya jika siswa dalam satu kelompok tidak bisa menjawab/salah maka soal diperebutkan kelompok lainnya.
8)      Penilaian dilakukan oleh guru tetapi siswa juga ikut mencatat perolehan nilainya.
9)      Kelompok dengan nilai tertinggi mendapat predikat pemenang dan mendapatkan reward tanda bintang di papan nama kelompoknya.
10)  Evaluasi.
11)  Kesimpulan.
g.    Metode Bertanya
Metode bertanya juga sangat layak digunakan pada sembarang bahan ajar. Dengan menyajikan bahan ajar telebih dahulu kemudian siswa ditugaskan untuk membuat pertanyaan tentang sesuatu yang tidak dipahami oleh siswa atau bahkan dalam tataran menguji materi ajar itu sendiri. Dengan bertanya mereka akan mendapat jawaban dan tanggapan tersebut. Tanggapan dan jawaban tersebut yang diterima oleh siswa akan masuk dalam suatu kondisi benar dan tidak. Apabila siswa memang dasarnya adalah murni bertanya maka setelah mendengarkan jawaban/tanggapan dan menganalisanya akan menanggapi benar atau salah. Dan apabila siswa bermaksud menguji sudah barang tentu mereka sudah memiliki jawaban dan hal itu adalah proses berfikir yang selangkah lebih maju. Sehingga siswa ini tergolong memiliki kecerdasan lebih dan layak mendapatkan penghargaaan yang lebih pula. Kondisi-kondisi unik lainnya dapat ditemui secara langsung dilapangan dengan tingkat variasi dan kompleksitas yang lebih tinggi.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3)      Guru merangsang motivasi siswa dengan menceritakan sebuah peristiwa yang menarik namun cerita tersebut tidak sempurna.
4)      Siswa diberi kesempatan mengajukan pertanyaan sehubungan isi cerita guru tadi yang sengaja dibuat belum sempurna sehingga menimbulkan tanda tanya/keingintahuan siswa.
5)      Kelompok yang mengajukan pertanyaan secara benar akan mendapatkan poin (untuk merangsang persaingan/kompetisi siswa).
6)      Kelompok yang terbanyak mendapatkan poin menjadi pemenang dan diberi reward.
7)      Evaluasi.
8)      Kesimpulan.
h.   Metode Pertanyaan Menggali
Metode ini sangat baik digunakan jika kondisi siswa yang stagnan dan dengan rata-rata tingkat pemahaman bahkan IQ biasa-biasa saja. Karna untuk mengantarkan mereka kepada suatu pemahaman yang menjadi tujuan pembelajaran diperlukan langkah-langkah yang menggiring siswa sehingga sampai pada suatu keadaan paham kepada tema atau permasalahan yang ingin kita sampaikan. Terkadang usaha ini agak sulit dan membuat kita jengkel karna harus berputar-putar mencari pengandaian dan logika lain, akan tetapi disinilah letak seni kita sebagai guru. Akhirnya siswa akan dapat berbicara untuk menyampaikan gagasan, ide dan pendapat mereka.
i.      Metode Melanjutkan cerita
Pada kegiatan ini siswa secara bergilir ditugaskan untuk membuat ide cerita dan siswa yang lainnya melanjutkan cerita tersebut. Dalam keadaan tertentu dapat dikondisikan suatu bentuk permainan dalam kegiatan ini.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3)      Guru bercerita sementara siswa menyimak dengan seksama.
4)      Guru menghentikan ceritanya (jeda) lalu menunjuk salah seorang siswa dalam satu kelompok untuk melanjutkan cerita guru tersebut dalam satu kalimat.
5)      Guru menunjuk salah seorang siswa dari kelompok lain untuk meneruskan cerita dari kelompok pertama.
6)      Demikian seterusnya sampai seluruh kelompok mendapat giliran.
7)      Jika waktu masih tersisa guru dapat menambah satu topik cerita yang lain.
8)      Evaluasi. Penilaian difokuskan pada penyusunan kalimat yang benar dan relevan dengan inti cerita.
9)      Kesimpulan.
j.     Bercerita
Kegiatan ini sudah sangat umum dilaksanakan terutama dalam pembelajaran yang menggunakan bahan ajar certai baik fiksi maupun non fiksi. Dimana siswa ditugaskan untuk membaca atau mendengar cerita untuk kemudian menceritakan kembali isi cerita tersebut secara lisan di depan teman-teman mereka yang berperan sebagai audien. Dengan kegiatan ini maka siswa akan tertantang untuk berlomba memahami cerita yang sudah pernah mereka dengar atau basa.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Guru mendemonstrasikan bercerita di depan peserta didik dengan tema cerita yang nenarik.
3)      Siswa mencoba mendemonstrasikan bercerita tentang peristiwa menarik yang baru saja dialami di depan kelas (sementara sambil duduk dulu juga boleh).
4)      Agar semua siswa mendapat giliran, bisa juga penunjukkannya dilakukan dengan cara diundi seperti arisan.
5)      Agar lebih meriah dapat pula digunakan media televisi  yang tengah menyiarkan acara menarik misalnya lintas berita, flora fauna, film anak-anak, dsb.
6)      Setelah selesai menyaksikan acara tertentu di televisi, peserta didik mencoba bercerita tentang peristiwa /film tersebut dengan menggunakan bahasanya sendiri.
7)      Demikian seterusnya sampai seluruh siswa maju untuk bercerita.
8)      Evaluasi.
9)      Kesimpulan.
k.   Metode Parafrase
Metode ini dapat dilaksanakan dalam kegiatan belajar menggunakan bahan ajar puisi yang selanjutnya dirubah menjadi prosa yang kemudian siswa ditugaskan menceritakan secara lisan hasil paraprase tersebut.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Guru memasang beberapa kartu kata menjadi sebuah kartu kalimat, lalu memberi contoh paraphrase/memenggal kalimat tersebut menjadi potongan beberapa kartu kata menurut jabatan kalimatnya (SPOK) lalu mengucapkannya kata per kata.
3)      Peserta didik  mencoba melakukan seperti apa yang dilakukan guru dengan kartu kalimat yang lain.
4)      Pada paraphrase puisi, guru dapat menjelaskan teknik paraphrase puisi yaitu dengan menyisipkan sebuah kata di antara kalimat puisi, lalu menyusunnya menjadi sebuah paragraf.
5)      Setelah paragraf selesai siswa lalu membacakannya.
6)      Demikian seterusnya sampai seluruh siswa maju mengucapkan paraphrase kalimat atau puisi, dan bukan menuliskannya karena ini model pembelajaran berbicara.
7)      Evaluasi.
8)      Kesimpulan.
l.      Metode Reka Cerita Gambar
Metode ini sangat kreatif dan layak untuk dicoba karna dengan menyajikan gambar acak siswa akan mereka kembali dengan susunan yang benar urutan gambar tersebut. Dalam kegiatan tersebut dengan sudah sangat pasti mereka akan berbicara setelah guru bertanya, “Anak anak, Bagaimanakah susunan yang benar dai gambar tersebut ?” .
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (tidak harus berkelompok).
3)      Guru menunjukkan atau memasang gambar berseri (3-4 gambar).
4)      Guru mereka cerita berdasarkan gambar berseri tersebut, sementara siswa memperhatikan.
5)      Setiap kelompok Siswa mendapat kesempatan mereka cerita berdasarkan gambar tersebut dengan bimbingan guru.
6)      Guru menunjukkan atau menempelkan gambar berseri yang lain.
7)      Setiap kelompok mencoba mereka cerita berdasarkan gambar tersebut.
8)      Demikian seterusnya sampai seluruh siswa dapat mereka cerita berdasarkan gambar.
9)      Evaluasi.
10)  Kesimpulan.
m. Metode Memberi Petunjuk
Metode ini layak juga untuk dicoba terutama untuk mempelajari bahan ajar tentang denah, petunjuk penggunaan obat dan alat tertentu. Dengan penugasan untuk menyampaikan hal tersebut siswa akan tertantang untuk berbicara dan menyampaikan penjelasan berdasarkan ide dan pendapat masing-massing melalui bahasa sederhana dan sesederhanapun penyampaian layak mendapat penghargaaan.
n.   Metode Pelaporan
Melalui pengamatan terhadap obyek pada kegiatan tertentu siswa kemudian melaporkan hasil pengamatan dengan penyampaian lisan yang didahului oleh konsep tulisan. Dalam hal ini terjadi proses mirip dengan proses pada metode identifikasi akan tetapi memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi. Sehingga sesederhana apapun penyampaian siswa layak dihargai karna sebagai awal mula yang baik untuk proses penelitian dan pelaporan dalam kegiatan ilmiah yang sangat mendukung proses meningkatkan kreatifitas siswa.
o.    Metode Dramatisasi
Metode ini adalah kelanjutan dari kegiatan bermain peran yang dilengkapi dengan tema, seting, perwatakan, seting dan naskah drama yang ditampilkan secara utuh. Kegiatan ini penuh dengan kegiatan berbicara sesuai dengantuntunan naskah yang runtut.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3)      Guru menyiapkan scenario/naskah  dengan tema cerita yang menarik.
4)      Ketua kelompok membagi peran masing-masing sesuai yang terdapat dalam scenario. Guru pun dapat memegang salah satu peran apabila dirasakan memang perlu.
5)      Tiap-tiap pemain menghapalkan dialog dalam scenario.
6)      Guru menunjuk salah satu kelompok yang sudah benar-benar siap untuk menampilkan naskah pementasan.
7)      Demikian seterusnya sampai seluruh kelompok tampil.
8)      Evaluasi, meliputi lafal,intonasi,ekspresi, penghayatan dan penampilan.
9)      Kesimpulan.
p.   Model Ulang Ucap 
Model pembelajaran ini merupakan pembelajaran tingkat awal/pertama pada model pembelajaran berbicara. Dengan demikian maka dikandung pengertian bahwa model pembelajaran ini sebagai langkah awal/dasar bagi pembelajaran selanjutnya yaitu model pembelajaran lihat ucapkan. Langkah pembelajaran dan proses pembelajaran ulang ucap dapat menyerupai model pembelajaran dengar ulang ucap (mendengarkan), namun boleh divariasikan dan dikombinasikan agar lebih kreatif dan menyenangkan asal tetap mengacu pada tujuan pembelajaran. Penilaian dalam model pembelajaran ulang ucap  dititikberatkan pada lafal dan intonasi yang jelas dan tepat.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)      Guru mengucapkan sebuah kata atau kalimat sederhana  dengan intonasi yang jelas.
3)      Guru menyuruh seluruh  siswa bersama-sama mengulang ucapan/kata-kata yang baru saja diucapkan guru.
4)      Guru menunjuk salah satu siswa mengulang ucapan/kata-kata yang baru saja diucapkan guru, dilanjutkan dengan siswa yang lain.
5)      Guru mengulangi lagi dengan ucapan kata-kata/kalimat yang lain, lalu melakukan langkah ketiga dan keempat.
6)      Guru menunjuk salah satu siswa mengucapkan sebuah kata/kalimat, lalu siswa yang lain mengulang ucapan kata/kalimat tersebut.
7)      Demikian seterusnya sampai seluruh siswa maju mengulang ucapan dari guru atau siswa.
8)      Evaluasi.
9)      Kesimpulan.
3.    Penilaian Keterampilan Berbicara
Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian, setelah proses belajar mengajar itu selesai. Penilaian ini dapat diperoleh melalui tes. Tes merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana siswa mampu mengikuti proses belajar mengajar yang telah berlangsung. Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan keterampilan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara yang difokuskan pada praktik berbicara.
Rofi’uddin dan Zuhdi (2002:169-171) mengemukakan bahwa secara umum, bentuk tes yang dapat digunakan dalam mengukur kemampuan berbicara adalah tes subjektif yang berisi perintah untuk melakukan kegiatan berbicara. Beberapa tes yang dapat digunakan antara lain: tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar. Tes ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan sehubungan dengan rangkaian gambar atau menceritakan rangkaian gambar.
a.       Tes wawancara, yang digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa yang sudah cukup memadahi.
b.      Bercerita, yang dilakukan dengan cara mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik tertentu).
c.       Diskusi, dengan cara meminta mendiskusikan topik tertentu.
d.      Ujaran terstruktur, yang meliputi mengatakan kembali, membaca kutipan, mengubah kalimat dan membuat kalimat.
Selanjutnya, Santoso, dkk (2006: 7.19-7.24) mengemukakan bahwa ada tiga jenis tes yang dapat digunakan untuk menilai aatau mengukur kemampuan berbicara, yaitu tes respons terbatas, tes terpandu dan tes wawancara.
a.       Tes Respons Terbatas
Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara secara terbatas atau secara singkat. Tes jenis ini mencakup beberapa macam tes, yaitu:
1)      Tes respons terarah. Tes ini dilakukan dengan cara meminta menirukan isyarat (cue) yang disampaikan. 
2)      Tes isyarat atau penanda gambar. Tes ini menggunakan gambar sebagai sarana untuk mengukur kemampuan berbicara.
3)      Tes berbicara nyaring. Tes ini dilakukan dengan cara meminta siswa untuk membaca dengan bersuara kalimat atau paragraf yang disediakan oleh guru.
b.      Tes Terpandu
           Tes ini dilakukan dengan cara memberikan panduan untuk mendorong menampilkan kemampuan berbicaranya. Tes ini meliputi tes parafrase, tes penjelasan, dan tes bermain peran terpandu.
c.       Tes Wawancara
   Tes wawancara dilakukan dengan cara mewawancarai dan meminta untuk bersikap wajar, tidak dibuat-buat, dan tidak bersikap kasar.
            Penilaian di dalam keterampilan berbicara ditentukan dari 2 hal, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan (Nurgiyantoro, 1995: 152).
Penilaian dari faktor kebahasaan meliputi: (1) ucapan, (2) tata bahasa, (3) kosa kata, sedangkan penilaian dari faktor non kebahasaan meliputi: (1) ketenangan, (2) volume suara, (3) kelancaran, (4) pemahaman.
            Menurut Burhan (1995) ada beberapa aspek yang dinilai pada saat anak berbicara diantaranya sebagai berikut:
a.       Ketepatan pengucapan
           Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perahatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak selalu sama. Setiap orang mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, dan menyimpang, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.
           Setiap penutur tentu sangat dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Misalnya, pengucapan untuk akhiran kan yang kurang tepat, memasukkan. Memang kita belum memiliki lafal baku, namun sebaiknya ucapan kita jangan terlalu diwarnai oleh bahasa daerah, sehingga dapat mengalihkan perhatian pendengar. Demikian juga halnya dengan pengucapan tiap suku kata. Tidak jarang kita dengar orang mengucapkan kata-kata yang tidak jelas suku katanya. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik sehingga dapat mengalihkan perhatian pendengar, mengganggu komunikasi, atau pemakainya dianggap aneh.
b.      Ketepatan intonasi
           Kesesuaian intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara dan merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan intonasi yang sesuai dengan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan menim-bulkan kejemuan dan keefektifan berbicara berkurang.
            Demikian juga halnya dalam pemberian intonasi pada kata atau suku kata. Tekanan suara yang biasanya jatuh pada suku kata terakhir atau suku kata kedua dari belakang, kesmudian ditempatkan pada suku kata pertama. Misalnya kata peyanggah, pemberani, kesempatan, diberi tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu kedengarannya janggal.
c.       Pilihan kata (diksi)
           Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun menghambat kelancaran komunikasi. Pilihan kata itu tentu harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara (pendengar).
d.      Kelancaran
            Seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicarannya. Aspek lainya yang dinilai didalam berbicar terdiri atas aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas ucapan atau lafal, tekanan kata, nada, dan irama persendian, koskata atau ungkapan dan versi kalimat atau struktur kalimat. Aspek non kebahasaan terdiri dari kelancaran penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban semangat dan sikap. Dari pendapat di atas penilaian dapat dilakukan dengan melihat struktur kalimat, pilihan kata, intonasi, dan kelancara.






          




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan  kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa memiliki keterkaitan erat dengan aspek keterampilan berbahasa lainnya, yaitu antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.
 Tujuan berbicara yang utama ialah untuk berkomunikasi. Sedangkan tujuan berbicara secara umum  ialah untuk memberitahukan atau melaporkan informasi kepada penerima informasi, meyakinkan atau mempengaruhi penerima informasi, untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar atau penerima informasi.
Pembelajaran berbicara di sekolah dasar dilaksanakan dengan berbagai metode. Setiap metode pembelajaran berbicara mempunyai kelebihan dan kekurangan masingmasing. Metode yang satu akan melengkapi metode yang lain. Guru dapat memilih salah satu atau menggabungkan berbagai metode sesuai dengan kondisi siswa dan tersedianya sarana pendukung lainnya. Selain itu, guru juga boleh menciptakan model baru dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara.
B.     Saran
Sebagai warga negara yang baik, mari kita meningkatkan kemampuan berbicara kita, tidak hanya dalam pembelajaran di sekolah, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari penjelasan berbicara bahasa Indonesia di atas, kita berharap penguasaan keterampilan berbicara bahasa Indonesia dapat dimulai pada sekolah dasar, sehingga siswa  dapat  mempraktikkannya dengan  baik  dan benar. Apalagi kita sebagai generasi penerus bangsa harus dapat mengembangkan dan melestarikan bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Metode Pembelajaran Berbicara Bahasa. (Online). http://baliteacher.blogspot.co.id/2011/05/metode-pembelajaran-berbicara-bahasa.html. (20 April 2016).
Anonim. (2013). Prinsip Pembelajaran Keterampilan. (Online). http://choirunnisasalisunnajati.blogspot.co.id/2013/01/prinsip-pembelajaran-keterampilan.html. (20 April 2016).
Arsjad, G.M dan U.S Mukti. 2001. Membina Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Djago. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Santosa, Puji, dkk. 2006. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universias Terbuka.

Rofi’uddin, Ahmad  dan Zuhdi, Darmiyati. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Slamet, St. Y. dan Amir. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia (Bahasa Lisan dan Bahasa Tertulis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Supriadi. 2015. Keterampilan Berbahasa Indonesia. Makassar

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara: sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tim LBB sscintersolusi. 2006. Bahasa Indonesia SMA 3. Yogyakarta: Sscintersolusi.