Kamis, 26 Mei 2016

makalah Makalah Teori Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Bahasa Indonesia sekaligus meningkatkan pemahaman konseptual mahasiswa. Kehadiran makalah ini diharapkan, tidak lain hanya agar dapat bermanfaat untuk semua kalangan masyarakat secara umum dan mahasiswa PGSD secara khusus




MAKALAH
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SD
 
 Oleh
WAHIDA
1447041004
M3.1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Bahasa Indonesia 1 yang berjudul “Teori Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah Teori Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Bahasa Indonesia sekaligus meningkatkan pemahaman konseptual mahasiswa. Kehadiran makalah ini diharapkan, tidak lain hanya agar dapat bermanfaat untuk semua kalangan masyarakat secara umum dan mahasiswa pgsd secara khusus.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari sempurna, namun demikian penulis telah berupaya dengan tetap mempertimbangkan mutu dan bobot  sehingga makalah ini dapat memenuhi tujuannya serta bermanfaat bagi yang memerlukan. Saran dan kritik yang bersifat membangun penulis butuhkan demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang ikut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Wasallam

Makassar, April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
                                                                                                                            
 

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pemerolehan dan perkembangan bahasa anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya, banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan bahasa anak tersebut.
Banyaknya aspek yang dibicarakan dalam membahas masalah pemerolehan dan perkembangan menyebabkan banyaknya istilah dan konsep yang digunakan. Begitu juga banyaknya berbagai pandangan dan teori dalam menjelaskan pemerolehan bahasa anak akan membuat semakin kayanya pengetahuan tentang pemerolehan dan perkembangan bahasa anak.
Gambaran pembahasan tentang pemerolehan dan perkembangan di atas menyarankan perlunya suatu cara penyajian yang runtut dan cukup detail. Cara penyajian seperti ini diperlukan untuk mempermudah saat mempelajarinya. Makalah ini secara khusus membahas tentang proses pemerolehan dan perkembangan bahasa anak. Selain itu, teori-teori dan faktor-faktor pemerolehan bahasa anak akan diperkenalkan dan dijelaskan dalam makalah ini. Dengan mempelajari makalah ini, diharapkan memperoleh pemahaman konseptual tentang teori pemerolehan dan perkembangan bahasa anak.
B.       Rumusan Masalah
1.        Bagaimana proses pemerolehan bahasa anak?
2.        Apa strategi pemerolehan bahasa anak?
3.        Apa sajakah faktor-faktor pemerolehan bahasa anak?
4.        Kapan waktu pemerolehan bahasa anak dimulai?
5.        Bagaimana teori pemerolehan bahasa anak?
6.        Bagaimana proses perkembangan bahasa anak?
7.        Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak?
8.        Bagaimana tipe perkembangan bahasa anak?
C.      Tujuan
1.        Untuk mengetahui proses pemerolehan bahasa anak.
2.        Untuk mengetahui strategi pemerolehan bahasa anak.
3.        Untuk mengetahui sajakah faktor-faktor pemerolehan bahasa anak.
4.        Untuk mengetahui waktu pemerolehan bahasa anak dimulai.
5.        Untuk mengetahui teori pemerolehan bahasa anak.
6.        Untuk mengetahui proses perkembangan bahasa anak.
7.        Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak.
8.        Untuk mengetahui tipe perkembangan bahasa anak.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk., 1998).
Dengan demikian, proses pemerolehan bahasa adalah proses bawah sadar yang  digunakan anak-anak untuk mampu berbahasa baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, yang berlangsung secara alami, dalam situasi formal, spontan, dan terjadi dalam konteks berbahasa yang yang bermakna bagi anak.
1.        Proses Pemerolehan Bahasa
Meskipun dengan landasan filosofis yang mungkin berbeda-beda, pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa ibunya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan.
a.      Pemerolehan dalam bidang fonologi
Fonologi adalah aspek bahasa yang berkenaan dengan ketentuan yang mengatur struktur, distribusi, dan urutan bunyi ucapan dan bentuk ucapan. Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya, sehingga manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Proporsi yang ditakdirkan kecil pada manusia ini mungkin dirancang agar pertumbuhan otaknya proporsional pula dengan pertumbuhan badannya.
Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vocal. Proses ini dinamakan dengan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo. 2000:63). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vocal yang disebut dengan celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vocal. Tahap perkembangan ini disebut juga tahap meraban (pralinguistik).
b.      Pemerolehan bahasa anak dalam bidang sintaksis
Dalam bidang sintaksis, saat berusia 12 – 18 bulan anak memulai berbahasa dengan mengucapkan suku kata (bagian kata). Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Dalam pola pikir anak yang masih sederhana pun tampaknya anak mempunyai pengetahuan tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya, dengan singkat dikatakan bahwa dalam ujaran satu kata, anak tidak sembarangan memilih suatu kata, dia akan memilih kata yang dapat memberikan informasi baru.
Dari segi sintaktiknya, ujaran satu kata sangatlah sederhana karena hanya terdiri dari satu kata saja. Namun dari segi semantiknya, ujaran satu kata bersifat kompleks karena satu kata tertentu bisa memiliki lebih dari satu makna atau yang disebut dengan ujaran holofrastik (holophrastic). Kata-kata tersebut adalah nama benda-benda, kejadian atau orang-orang yang ada di sekitar anak. Pada ujaran satu kata, kata-kata yang digunakan hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik utama yaitu nomina, verba, adjektiva dan mungkin juga adverb, tidak ada kata fungsi.
Sekitar umur 2 tahun atau saat 18 – 24 bulan, anak mulai mengeluarkan ujaran dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah dan menjadi ujaran yang normal. Ujaran dua kata sintaksisnya lebih kompleks (karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas. Ujaran ini juga disebut ujaran telegrafik, dimana kedua kata ini meruapakan kata-kata dari kategori utama seperti nomina, verba, atau bahkan adverb, dan belum ada kata fungsi. Meskipun pada ujaran dua kata semantiknya memang makin jelas, makna yang dimaksud oleh anak masih tetap harus diterka sesuai dengan konteksnya.
Pada saat anak mencapai usia 3-5 tahun, anak semakin kaya dengan perbendaharaan kosakata. Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat pertanyaan, pernyataan negative, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur, tidak menggunakan hanya dua kata tetapi tiga atau lebih. Pada umur 5–6 tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang tuturannya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.
1)      Bentuk tata bahasa pada anak
Bentuk pasif sangat dominan, anak sering mendapat masukan yang berupa kalimat pasif. Menjelang umur 4 tahun, anak mulai memakai kalimat kompleks.
2)      Pemerolehan pada bidang leksikon
Sebelum anak dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi. Dia memakai tangis dan gesture (gerakan tangan, kaki, mata, mulur, dsb), dengan cara-cara tersebut anak sebenarnya memakai “kalimat” yang protodeklaratif dan protoimperatif.
3)      Macam kata yang dikuasai
Macam kata yang dikuasai anak atau kata-kata yang akan diperoleh anak pada awal ujarannya ditentukan oleh lingkungannya. Dari beberapa macam kata yang ada, yakni kata utama dan kata fingsi, anak menguasai kata utama lebih dahulu. Kata utama paling tidak ada tiga yakni nomina, verba dan adjektiva.

2.        Strategi Pemerolehan Bahasa
Anak-anak pada umumnya cenderung lebih cepat belajar dan menguasai suatu bahasa, terutama bahasa ibunya. Sejak lahir seorang bayi sudah memproduksi bunyi yaitu mengeram atau menangis. Bunyi-bunyi itu menggambarkan suasana kebutuhan dalam upaya merespon terhadap lingkungan internal dan eksternalnya. Sejalan dengan pertumbuhan usia bayi tersebut, maka bunyi-bunyi yang diproduksinya itu mulai ada kecenderungan mempunyai kemiripan dengan bahasa (kata-kata) orang dewasa. Pada usia prasekolah ia boleh dikatakan telah menguasai bahasa ibunya seperti orang dewasa di sekitarnya. waktu antara masa bayi dan masa prasekolah merupakan waktu yang yang paling penting dalam perkembangan seseorang, masa itulah yang paling baik untuk belajar bahasa yang disebut usia keemasan. Karena itu, para orang tua hendaknya membantu perkembangan tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika kesempatan tersebut terlewat dengan sia-sia, maka hilanglah peluang anak untuk menguasai bahasanya dengan baik.
Adapun strategi anak dalam mempelajari dan menguasai suatu bahasa pertamananya, di antaranya adalah anak memperoleh kemampuan berbahasa lisan melalui peniruan dan pengalaman langsung. Selain itu, meniru dan mengalami langsung, anak memperoleh kemampuan berbahasa dengan cara mengingat, bermain, dan penyederhanaan.
a.         Meniru
Peniruan berarti mencontoh secara kreatif atau menginspirasi. Pada dasarnya, peniruan yang dilakukan anak tidak selalu berupa pengulangan yang persis sama atas apa saja yang didengarnya. Akan tetapi tuturan anak cenderung berubah, mungkin berupa pengurangan, penambahan atau pergantian kata atau susunan kata dan intonasianya. Hal ini disebabkan karena, berkaitan dengan perkembangan otak dan alat ucap, penguasaan kaidah bahasa, serta adanya masukan bahasa dari sumber lain. Dengan demikian, anak mengucapkan tuturan yang hanya dikuasainya. Selain itu, berkenaan dengan kreativitas berbahasa anak. Di satu sisi, anak secara bertahap dapat memahami dan menggunakan tuturan yang lebih rumit. Di sisi lain, secara bersamaan anak pun membangun suatu sistem bahasa yang memungkinkan dia mengerti dan memproduksi tuturan dalam bentuk dan jumlah yang terbatas.
Keadaan tersebut mendorong anak senang melakukan uji coba atau eksperimen dalam berbahasa. Percobaan ini terus berlangsung hingga kemampuan berbahasanya berpindah pada kemampuan yang lebih kompleks. Anak-anak mencerna dan mengolah prinsip-prinsip organisasi bahasa secara alami. Dengan demikian, peniruan yang dilakukan anak bersifat dinamis dan kreatif .
b.        Mengingat
Mengingat, memainkan peranan penting dalam belajar bahasa anak atau belajar apa pun. Setiap pengalaman indrawi yang dilalui anak, direkam dalam benaknya. Pada tahap awal belajar bahasa, anak mulai membangun pengetahuan tentang kombinasi bunyi-bunyi tertentu yang menyertai dan merujuk pada sesuatu yang dia alami. Ingatan ini akan semakin kuat, terutama bila penyebutan akan benda atau peristiwa tertentu terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini, anak akan mengingat kata-kata tentang sesuatu sekaligus mengingat pula cara mengucapkannya.
c.         Mengalami langsung
Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertamanya adalah mengalami langsung kegiatan berbahasa dalam konteks yang nyata. Anak menggunakan bahasanya baik ketika berkomunikasi dengan orang lain, maupun sewaktu sendirian. Dia menyimak dan berbicara langsung, dan sekaligus memperoleh tanggapan dari teman bicaranya. Tanggapan yang diperolehnya, secara tidak sadar anak memperoleh masukan tetang kewajaran dan ketepatan perilaku berbahasanya, dan dalam waktu yang sama juga si anak mendapat masukan dari tindak berbahasa yang dilakukan oleh teman bicaranya.
Anak melakukan kegiatan berbahasa dalam situasi formal, tanpa disadari, dan tanpa beban. Dia pun melakukan eksperimen atau uji coba dalam berbahasa tanpa takut salah, untuk memperkaya dan mempermantap sistem bahasa yang dipelajarinya. Melalui latihan dan uji coba tersebut, secara perlahan dan bertahap si anak mengubah, memperbaiki, dan menyimpulkan aturan bahasa itu sampai tuturannya dirasakan benar dan tepat.
d.        Bermain
Kegiatan bermain pun memegang peran penting dalam pemerolehan bahasa anak. Dalam kegiatan bermain, anak-anak sering dan senang bermain peran yaitu memerankan perilaku orang dewasa atau perilaku orang lain di sekelilingnya; sebagai penjual atau pembeli dalam bermain dagang-dagangan; ibu, bapak atau anak dalam bermain rumah-rumahan; sebagai dokter, perawat atau pasien; atau sebagai guru dan muris dalam bermain sekolah-sekolahan. Tanpa disadari, mereka sedang bermain drama, sekaligus mereka berlatih berbicara dan menyimak.
e.         Penyederhanaan
Cara belajar dengan penyederhanaan, maksudnya adalah ketika berbicara anak-anak pada awalnya cenderung menyederhanakan model tuturan orang dewasa. Ada beberapa fonem dan bahkan kata yang dihilangkan pada saat bertutur. Walaupun dalam bertutur, anak-anak hanya menggunakan satu kata tetapi memiliki cakupan makna yang luas (Tarigan dkk., 1998).
3.        Faktor-Faktor Pemerolehan Bahasa Anak
Ada dua persyaratan dasar yang memungkinkan anak dapat memperoleh kemampuan berbahasa, yaitu potensi faktor biologis yang dimiliki sang anak, serta dukungan sosial yang diperolehnya. Selain itu, ada beberapa faktor penunjang yang merupakan penjabaran dari kedua hal di atas yang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan bahasa yang diperoleh anak. Faktor-faktor tersebut adalah
a.       Faktor biologis;
b.      Faktor lingkungan sosial;
c.       Faktor intelegensi; dan
d.      Faktor motivasi.
Tokoh behavioris berpendapat bahwa semua manusia mempunyai kemampuan bawaan untuk berbahasa. Dari kegiatan berinteraksi dengan lingkungan, seseorang akan mampu belajar bahasa atau membentuk kemampuan berbahasa. Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya ada tiga, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap. Dalam proses berbicara, sistem syaraf yang ada di otaklah sebagai pengendali. Semua isyarat tanggapan bahasa yang sudah diproses di otak selanjutnya dikirimkan ke daerah motor seperti alat ucap, untuk menghasilkan bahasa secara fisik (Tarigan., 1998).
Slobin mengatakan bahwa yang dibawa lahir itu bukanlah pengetahuan seperangkat linguistik semata, melainkan prosedur-prosedur atau aturan-aturan bahasa (Language Acquisition Device) yang dibawa lahir itulah yang memungkinkan seseorang anak untuk mengolah data linguistiknya. Tetapi perlu diketahui bahwa prosedur dan aturan-aturan bahasa bawaan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan bahasa anak selanjutnya. Karena potensi ini harus ditunjang faktor kognitif dan situasi mental anak. Dengan demikian, anak yang tidak sehat mentalnya tidak dapat mengembangkan potensi bahasa itu dengan baik. Bahkan, mungkin sama sekali potensi itu tidak dapat difungsikan.
Bahasa yang diperoleh anak tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi didapat dalam lingkungan yang meggunakan bahasa. Sehubungan dengan hal itu, maka anak memerlukan orang lain, anak memerlukan contoh atau model berbahasa, respon dan tanggapan, serta teman untuk berlatih dan beruji coba dalam belajar bahasa pada konteks yang sesungguhnya. Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor penting yang menentukan pemerolehan bahasa anak. Anak yang berintelegensi tinggi, tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat, lebih banyak, dan lebih variatif khasanah bahasanya daripada anak-anak yang berintelegensi rendah.
 4.        Waktu Pemerolehan Bahasa Dimulai
Berbahasa mencakup komprehensi maupun produksi, maka anak sudah mulai berbahasa sebelum dia dilahirkan. Melalui saluran intrauterine anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia masih janin. Kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara biologis kata-kata itu masuk ke janin, kata-kata tersebut tertanam padajanin anak.

5.        Teori Pemerolehan Bahasa Anak
a.         Pandangan nativisme
Nativisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genentis telah diprogramkan. Pandangan ini tidak menganggap lingkungan punya pengaruh dalam memperoleh bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti peniruan (imitation). Jadi, pasti sudah ada beberapa aspek penting mengenai sistem bahasa yang sudah ada pada manusia secara alamiah.
Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan dibekali alat pemerolehan bahasa (Language Acquisition Device (LAD)). Alat ini yang merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya.
b.        Pandangan Behavioris
Kaum behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu rangsangan yang diberikan oleh lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu, merupakan salah satu perilaku diantara perilaku-perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal agar tampak lebih mirip dengan perilaku lain yang harus dipelajari.
Bahasa adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang mendasar yang berkembang sejak lahir. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa menurut aliran behavioristik ini bahwa anak yang dilahirkan ke dunia ini tidak mempunyai potensi bahasa. Lingkungan dan proses belajarlah yang menjadi dasar pemerolehan bahasa anak.
c.         Pandangan kognitivisme
Piaget menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah sesuatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa yang harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.
Anak mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran, dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang bermakna unik. Keterampilan anak memahami bahasa sebagian besar terbatas pada pandangannya sendiri. Dengan kata lain, anak memiliki keterbatasan dalam memahami bahasa dari sudut pandang orang lain. Meningkatnya perkembangan bahasa anak terjadi sebagai hasil perkembangan fungsi simbolis. Perkembangan simbol bahasa pada anak berpengaruh terhadap kemampuan anak untuk belajar memahami bahasa dari pandangan orang lain dan meningkatkan kemampuannya untuk memecahkan persoalan.
d.        Pandangan interaksionisme
Teori ini beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa adanya masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Sebenarnya, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa anak yang telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa.
B.       Perkembangan Bahasa Anak
Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap. Kemajuan berbahasa anak berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya.
Perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang memfasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak, celotehan merupakan semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama kelamaan dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.
1.        Proses Perkembangan Bahasa
Proses perkembangan bahasa berjalan terus sepanjang hayat. Bayi memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu tahun sebelum dapat mengucapkan satu kata. Mereka memperhatikan muka orang dewasa dan menanggapinya, meskipun tentu saja belum menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya. Mereka juga dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa.
Ketika berumur satu tahun, bayi mulai mengoceh, bermain dengan bunyi seperti halnya bermain dengan jari-jari tangan dan jari kakinya. Perkembangan bahasa pada periode ini disebut pralinguistik. Selanjutnya saat bayi mulai dapat mengucapkan beberapa kata, perkembangan bahasa mereka juga memiliki ciri universal. Bentuk ucapan yang digunakan hanya satu kata, kata-katanya sederhana yaitu yang mudah diucapkan dan memiliki arti konkrit. Perkembangan fonologis mulai tampak pada periode umur ini, demikian juga perkembangan semantic yaitu pengenalan makna oleh anak. Kira-kira berumur dua tahun, setelah mengetahui kurang lebih lima puluh kata, kebanyakan anak mulai mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika mencapai tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan pendek tanpa kata penunjuk, kata depan, atau bentuk lain yang seharusnya digunakan. Pada tahap dua kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selanjutnya anak mulai dapat membuat kalimat pendek.
Pada waktu mulai masuk taman kanak-kanak, anak telah memiliki sejumlah besar kosa kata. Mereka dapat membuat pertanyaan-pertanyaan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Mereka memahami kosa kata lebih banyak, mereka dapat bergurau, bertengkar dengan temannya dan berbicara dengan orang tua dan guru mereka.
Pada tahap usia sekolah, perkembangan bahasa anak yang paling jelas tampak ialah perkembangan semantik dan pragmatik. Anak semakin mampu memahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan nuansa makna yang agar berbeda secara tepat serta penambahan jumlah kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat. Selanjutnya, anak mengembangkan bahasa figurative yang memungkinkan penggunaan bahasa secara kreatif. Bahasa figurative menggunakan kata secara imajinatif, tidak secara literal atau makna sebenarnya untuk menciptakan kesan emosional. Bahasa kreatif anak-anak usia sekolah dapat didengar dalam bentuk nyanyian, sajak, dan dolanan atau dalam buku otobiografi.
Selama usia SD, anak diharapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Hal ini hampir tidak mungkin kalau belum menguasai bahasa lisan. Perkembangan bahasa anak periode usia SD ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Kemampuan mereka menggunakan bahasa berkembang.
Dalam perkembangan bahasa, anak menempuhnya melalui asosiasi yaitu membayangkan hubungan kata dengan objek yang diamati, imitasi yaitu dengan menirukan dan mengulang sendiri penggunaan kata-kata sebagaimana tergambar dalam pikirannya. Gejala seperti itu ada yang menyebut “kegilaan” karena anak suka berbicara sendiri yang sebenarnya tak perlu ditanggapi. Elaborasi dengan perluasan penggunaan kata dan struktur kalimat secara coba-coba, dan pemberian reinforcement (penguatan), perhatian dan tanggapan positif orang dewasa.
2.        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak
Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu, perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu adalah:
a.         Umur anak
Manusia bertambah umur semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan orang bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-grerakan dan isyarat. Pada masa remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah mencapai tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.
b.        Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerah terpencil menunjukkan perbedaan.
Sebagaimana diuraikan bahwa bahasa pada dasarnya dipelajari dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan pergaulan yang berbentuk kelompok-kelompok, seperti kelompok bermain, kelompok kerja dan kelompok sosial lain.
Hubungan keluarga dimaknai juga sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada anak.
c.         Kecerdasan anak
Meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik seseorang berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berfikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal atau di atas normal.
d.        Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak, anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini lebih tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain, pendididkan keluarga berpengaruh pula terhadap perkembangan bahasa.
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial-ekonomikeluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasa dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya. (Hetzer & Reindorf dalam E. Hurlock. 1956).
e.         Kondisi fisik
Kondisi fisik disini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak ini cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Seseorang yang cacat yang terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, organ suara tidak sempurna akan menganggu perkembangan berkomunikasi dan tentu saja akan menggangu perkembangannya dalam berbahasa. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan berbahasa anak secara normal, orang tua perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat ditempuh ialah dengan cara memberikan ASI, makanan bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak, atau secara regular memeriksakan anak ke dokter atau puskesmas.

3.        Tipe Perkembangan Bahasa Anak
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, sebagai berikut:
a.         Egocentric speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dan dirinya sendiri. Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berfikir anak yang pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun.
b.        Socialized speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari; (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain; (c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman); (d) questions (pertanyaan), dan (e) answer (jawaban).
 
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Proses pemerolehan bahasa anak adalah proses bawah sadar yang  digunakan anak-anak untuk mampu berbahasa baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, yang berlangsung secara alami, dalam situasi formal, spontan, dan terjadi dalam konteks berbahasa yang yang bermakna bagi anak.
Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap dan berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosialnya. Perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang memfasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak, celotehan merupakan semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama kelamaan dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.
B.       Saran
Dengan mempelajari teori-teori pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak, seorang guru mampu menciptakan pembelajaran bahasa di sekolah yang dapat membantu anak mengalami dan memperoleh hasil belajar yang lebih optimal.

DAFAR PUSTAKA

Agung, Hartono dan Sunarto. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Semiawan, Conny R. 1998. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Budiasih, Darmiyati Zuchdu. 1996. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Faisal, Muhammad. 2009. Kajian Bahasa Indonesia 3 Sks. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Indrianti, Etty. 2011. Kesulitan Berbucara dan Berbahasa pada Anak. Jakarta: Prenada Media Group

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenada Media Group.

Ngalimun dan Noor Alfulaila. 2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo

Novriza, Sari. 2014. Hubungan Pemerolehan Bahasa Pertama dengan Keterampilan Berbicara Anak Usia 4-5 Tahun.

Salam, Rosdiah. 2014. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Rendah. Makassar: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar.

Solhan, TW. 2008. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.






1 komentar:

  1. Apa beda perkembangan bahasa di daerah pantai dan pegunungan mbak?

    BalasHapus