MAKALAH
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SD
Oleh
WAHIDA
1447041004
M3.1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Bahasa Indonesia 1 yang berjudul
“Teori Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Makalah
Teori Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas Bahasa Indonesia sekaligus meningkatkan pemahaman konseptual
mahasiswa. Kehadiran makalah ini diharapkan, tidak lain hanya agar dapat
bermanfaat untuk semua kalangan masyarakat secara umum dan mahasiswa pgsd
secara khusus.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari sempurna, namun demikian penulis
telah berupaya dengan tetap mempertimbangkan mutu dan bobot sehingga makalah ini dapat memenuhi tujuannya
serta bermanfaat bagi yang memerlukan. Saran dan kritik yang bersifat membangun
penulis butuhkan demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang ikut membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Wasallam
Makassar,
April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
C. Tujuan
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemerolehan
dan perkembangan bahasa anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya,
banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya
proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman
yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan
kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan bahasa anak tersebut.
Banyaknya
aspek yang dibicarakan dalam membahas masalah pemerolehan dan perkembangan
menyebabkan banyaknya istilah dan konsep yang digunakan. Begitu juga banyaknya
berbagai pandangan dan teori dalam menjelaskan pemerolehan bahasa anak akan
membuat semakin kayanya pengetahuan tentang pemerolehan dan perkembangan bahasa
anak.
Gambaran
pembahasan tentang pemerolehan dan perkembangan di atas menyarankan perlunya
suatu cara penyajian yang runtut dan cukup detail. Cara penyajian seperti ini
diperlukan untuk mempermudah saat mempelajarinya. Makalah ini secara khusus
membahas tentang proses pemerolehan dan perkembangan bahasa anak. Selain itu,
teori-teori dan faktor-faktor pemerolehan bahasa anak akan diperkenalkan dan
dijelaskan dalam makalah ini. Dengan mempelajari makalah ini, diharapkan
memperoleh pemahaman konseptual tentang teori pemerolehan dan perkembangan
bahasa anak.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses
pemerolehan bahasa anak?
2.
Apa strategi
pemerolehan bahasa anak?
3.
Apa sajakah
faktor-faktor pemerolehan bahasa anak?
4.
Kapan waktu
pemerolehan bahasa anak dimulai?
5.
Bagaimana teori pemerolehan
bahasa anak?
6.
Bagaimana proses
perkembangan bahasa anak?
7.
Apa sajakah faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak?
8.
Bagaimana tipe
perkembangan bahasa anak?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
proses pemerolehan bahasa anak.
2.
Untuk mengetahui
strategi pemerolehan bahasa anak.
3.
Untuk mengetahui
sajakah faktor-faktor pemerolehan bahasa anak.
4.
Untuk mengetahui
waktu pemerolehan bahasa anak dimulai.
5.
Untuk mengetahui
teori pemerolehan bahasa anak.
6.
Untuk mengetahui
proses perkembangan bahasa anak.
7.
Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak.
8.
Untuk mengetahui
tipe perkembangan bahasa anak.
PEMBAHASAN
A.
Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan
bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan
tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika
dikaitkan dengan hal itu, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah
proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun
pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan
dkk., 1998).
Dengan
demikian, proses pemerolehan bahasa adalah proses bawah sadar yang digunakan anak-anak untuk mampu berbahasa
baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, yang berlangsung secara alami,
dalam situasi formal, spontan, dan terjadi dalam konteks berbahasa yang yang
bermakna bagi anak.
1.
Proses Pemerolehan Bahasa
Meskipun
dengan landasan filosofis yang mungkin berbeda-beda, pada umumnya kebanyakan
ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa ibunya
dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh
biologi dan neurologi manusia yang sama tetapi juga oleh pandangan mentalistik
yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat
dilahirkan.
a.
Pemerolehan dalam bidang fonologi
Fonologi
adalah aspek bahasa yang berkenaan dengan ketentuan yang mengatur struktur,
distribusi, dan urutan bunyi ucapan dan bentuk ucapan. Pada waktu dilahirkan,
anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya, sehingga manusia hanya
bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Proporsi yang ditakdirkan kecil
pada manusia ini mungkin dirancang agar pertumbuhan otaknya proporsional pula
dengan pertumbuhan badannya.
Pada
umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi
konsonan atau vocal. Proses ini dinamakan dengan cooing, yang telah
diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo. 2000:63). Anak mendekutkan
bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan,
anak mulai mencampur konsonan dengan vocal yang disebut dengan celotehan.
Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vocal. Tahap
perkembangan ini disebut juga tahap meraban (pralinguistik).
b.
Pemerolehan bahasa anak dalam bidang sintaksis
Dalam
bidang sintaksis, saat berusia 12 – 18 bulan anak memulai berbahasa dengan
mengucapkan suku kata (bagian kata). Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah
kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata,
dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Dalam pola pikir anak
yang masih sederhana pun tampaknya anak mempunyai pengetahuan tentang informasi
lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru
kepada pendengarnya, dengan singkat dikatakan bahwa dalam ujaran satu kata,
anak tidak sembarangan memilih suatu kata, dia akan memilih kata yang dapat
memberikan informasi baru.
Dari
segi sintaktiknya, ujaran satu kata sangatlah sederhana karena hanya terdiri
dari satu kata saja. Namun dari segi semantiknya, ujaran satu kata bersifat
kompleks karena satu kata tertentu bisa memiliki lebih dari satu makna atau
yang disebut dengan ujaran holofrastik (holophrastic).
Kata-kata tersebut adalah nama benda-benda, kejadian atau orang-orang yang ada
di sekitar anak. Pada ujaran satu kata, kata-kata yang digunakan hanyalah
kata-kata dari kategori sintaktik utama yaitu nomina, verba, adjektiva dan
mungkin juga adverb, tidak ada kata fungsi.
Sekitar
umur 2 tahun atau saat 18 – 24 bulan, anak mulai mengeluarkan ujaran dua kata
yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah dan menjadi
ujaran yang normal. Ujaran dua kata sintaksisnya lebih kompleks (karena adanya
dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas. Ujaran ini juga disebut ujaran
telegrafik, dimana kedua kata ini meruapakan kata-kata dari kategori utama
seperti nomina, verba, atau bahkan adverb, dan belum ada kata fungsi. Meskipun
pada ujaran dua kata semantiknya memang makin jelas, makna yang dimaksud oleh
anak masih tetap harus diterka sesuai dengan konteksnya.
Pada
saat anak mencapai usia 3-5 tahun, anak semakin kaya dengan perbendaharaan
kosakata. Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat pertanyaan, pernyataan
negative, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Tuturan anak mulai
lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur, tidak menggunakan hanya dua
kata tetapi tiga atau lebih. Pada umur 5–6 tahun, bahasa anak telah menyerupai
bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola
bahasa serta panjang tuturannya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunakan
bahasa dalam berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.
1)
Bentuk tata
bahasa pada anak
Bentuk pasif
sangat dominan, anak sering mendapat masukan yang berupa kalimat pasif.
Menjelang umur 4 tahun, anak mulai memakai kalimat kompleks.
2)
Pemerolehan pada
bidang leksikon
Sebelum anak
dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi. Dia memakai
tangis dan gesture (gerakan tangan, kaki, mata, mulur, dsb), dengan cara-cara
tersebut anak sebenarnya memakai “kalimat” yang protodeklaratif dan
protoimperatif.
3)
Macam kata yang
dikuasai
Macam kata yang
dikuasai anak atau kata-kata yang akan diperoleh anak pada awal ujarannya
ditentukan oleh lingkungannya. Dari beberapa macam kata yang ada, yakni kata
utama dan kata fingsi, anak menguasai kata utama lebih dahulu. Kata utama
paling tidak ada tiga yakni nomina, verba dan adjektiva.
2.
Strategi Pemerolehan Bahasa
Anak-anak
pada umumnya cenderung lebih cepat belajar dan menguasai suatu bahasa, terutama
bahasa ibunya. Sejak lahir seorang bayi sudah memproduksi bunyi yaitu mengeram
atau menangis. Bunyi-bunyi itu menggambarkan suasana kebutuhan dalam upaya
merespon terhadap lingkungan internal dan eksternalnya. Sejalan dengan
pertumbuhan usia bayi tersebut, maka bunyi-bunyi yang diproduksinya itu mulai
ada kecenderungan mempunyai kemiripan dengan bahasa (kata-kata) orang dewasa. Pada
usia prasekolah ia boleh dikatakan telah menguasai bahasa ibunya seperti orang
dewasa di sekitarnya. waktu antara masa bayi dan masa prasekolah merupakan
waktu yang yang paling penting dalam perkembangan seseorang, masa itulah yang
paling baik untuk belajar bahasa yang disebut usia keemasan. Karena itu, para
orang tua hendaknya membantu perkembangan tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika
kesempatan tersebut terlewat dengan sia-sia, maka hilanglah peluang anak untuk
menguasai bahasanya dengan baik.
Adapun
strategi anak dalam mempelajari dan menguasai suatu bahasa pertamananya, di
antaranya adalah anak memperoleh kemampuan berbahasa lisan melalui peniruan dan
pengalaman langsung. Selain itu, meniru dan mengalami langsung, anak memperoleh
kemampuan berbahasa dengan cara mengingat, bermain, dan penyederhanaan.
a.
Meniru
Peniruan
berarti mencontoh secara kreatif atau menginspirasi. Pada dasarnya, peniruan
yang dilakukan anak tidak selalu berupa pengulangan yang persis sama atas apa
saja yang didengarnya. Akan tetapi tuturan anak cenderung berubah, mungkin
berupa pengurangan, penambahan atau pergantian kata atau susunan kata dan
intonasianya. Hal ini disebabkan karena, berkaitan dengan perkembangan otak dan
alat ucap, penguasaan kaidah bahasa, serta adanya masukan bahasa dari sumber
lain. Dengan demikian, anak mengucapkan tuturan yang hanya dikuasainya. Selain
itu, berkenaan dengan kreativitas berbahasa anak. Di satu sisi, anak secara
bertahap dapat memahami dan menggunakan tuturan yang lebih rumit. Di sisi lain,
secara bersamaan anak pun membangun suatu sistem bahasa yang memungkinkan dia
mengerti dan memproduksi tuturan dalam bentuk dan jumlah yang terbatas.
Keadaan
tersebut mendorong anak senang melakukan uji coba atau eksperimen dalam
berbahasa. Percobaan ini terus berlangsung hingga kemampuan berbahasanya
berpindah pada kemampuan yang lebih kompleks. Anak-anak mencerna dan mengolah
prinsip-prinsip organisasi bahasa secara alami. Dengan demikian, peniruan yang
dilakukan anak bersifat dinamis dan kreatif .
b.
Mengingat
Mengingat,
memainkan peranan penting dalam belajar bahasa anak atau belajar apa pun. Setiap
pengalaman indrawi yang dilalui anak, direkam dalam benaknya. Pada tahap awal
belajar bahasa, anak mulai membangun pengetahuan tentang kombinasi bunyi-bunyi
tertentu yang menyertai dan merujuk pada sesuatu yang dia alami. Ingatan ini
akan semakin kuat, terutama bila penyebutan akan benda atau peristiwa tertentu
terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini, anak akan mengingat kata-kata tentang
sesuatu sekaligus mengingat pula cara mengucapkannya.
c.
Mengalami
langsung
Strategi
lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertamanya adalah mengalami
langsung kegiatan berbahasa dalam konteks yang nyata. Anak menggunakan
bahasanya baik ketika berkomunikasi dengan orang lain, maupun sewaktu
sendirian. Dia menyimak dan berbicara langsung, dan sekaligus memperoleh
tanggapan dari teman bicaranya. Tanggapan yang diperolehnya, secara tidak sadar
anak memperoleh masukan tetang kewajaran dan ketepatan perilaku berbahasanya,
dan dalam waktu yang sama juga si anak mendapat masukan dari tindak berbahasa
yang dilakukan oleh teman bicaranya.
Anak
melakukan kegiatan berbahasa dalam situasi formal, tanpa disadari, dan tanpa
beban. Dia pun melakukan eksperimen atau uji coba dalam berbahasa tanpa takut
salah, untuk memperkaya dan mempermantap sistem bahasa yang dipelajarinya.
Melalui latihan dan uji coba tersebut, secara perlahan dan bertahap si anak
mengubah, memperbaiki, dan menyimpulkan aturan bahasa itu sampai tuturannya
dirasakan benar dan tepat.
d.
Bermain
Kegiatan
bermain pun memegang peran penting dalam pemerolehan bahasa anak. Dalam
kegiatan bermain, anak-anak sering dan senang bermain peran yaitu memerankan
perilaku orang dewasa atau perilaku orang lain di sekelilingnya; sebagai
penjual atau pembeli dalam bermain dagang-dagangan; ibu, bapak atau anak dalam
bermain rumah-rumahan; sebagai dokter, perawat atau pasien; atau sebagai guru
dan muris dalam bermain sekolah-sekolahan. Tanpa disadari, mereka sedang
bermain drama, sekaligus mereka berlatih berbicara dan menyimak.
e.
Penyederhanaan
Cara
belajar dengan penyederhanaan, maksudnya adalah ketika berbicara anak-anak pada
awalnya cenderung menyederhanakan model tuturan orang dewasa. Ada beberapa
fonem dan bahkan kata yang dihilangkan pada saat bertutur. Walaupun dalam
bertutur, anak-anak hanya menggunakan satu kata tetapi memiliki cakupan makna
yang luas (Tarigan dkk., 1998).
3.
Faktor-Faktor Pemerolehan Bahasa Anak
Ada
dua persyaratan dasar yang memungkinkan anak dapat memperoleh kemampuan
berbahasa, yaitu potensi faktor biologis yang dimiliki sang anak, serta
dukungan sosial yang diperolehnya. Selain itu, ada beberapa faktor penunjang
yang merupakan penjabaran dari kedua hal di atas yang dapat mempengaruhi
tingkat kemampuan bahasa yang diperoleh anak. Faktor-faktor tersebut adalah
a.
Faktor biologis;
b.
Faktor
lingkungan sosial;
c.
Faktor
intelegensi; dan
d.
Faktor motivasi.
Tokoh
behavioris berpendapat bahwa semua manusia mempunyai kemampuan bawaan untuk
berbahasa. Dari kegiatan berinteraksi dengan lingkungan, seseorang akan mampu
belajar bahasa atau membentuk kemampuan berbahasa. Perangkat biologis yang
menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya ada tiga, yaitu otak
(sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap. Dalam proses berbicara,
sistem syaraf yang ada di otaklah sebagai pengendali. Semua isyarat tanggapan
bahasa yang sudah diproses di otak selanjutnya dikirimkan ke daerah motor
seperti alat ucap, untuk menghasilkan bahasa secara fisik (Tarigan., 1998).
Slobin
mengatakan bahwa yang dibawa lahir itu bukanlah pengetahuan seperangkat
linguistik semata, melainkan prosedur-prosedur atau aturan-aturan bahasa (Language Acquisition Device) yang dibawa
lahir itulah yang memungkinkan seseorang anak untuk mengolah data
linguistiknya. Tetapi perlu diketahui bahwa prosedur dan aturan-aturan bahasa
bawaan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan bahasa anak
selanjutnya. Karena potensi ini harus ditunjang faktor kognitif dan situasi
mental anak. Dengan demikian, anak yang tidak sehat mentalnya tidak dapat
mengembangkan potensi bahasa itu dengan baik. Bahkan, mungkin sama sekali
potensi itu tidak dapat difungsikan.
Bahasa
yang diperoleh anak tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi
didapat dalam lingkungan yang meggunakan bahasa. Sehubungan dengan hal itu,
maka anak memerlukan orang lain, anak memerlukan contoh atau model berbahasa,
respon dan tanggapan, serta teman untuk berlatih dan beruji coba dalam belajar
bahasa pada konteks yang sesungguhnya. Lingkungan sosial merupakan salah satu
faktor penting yang menentukan pemerolehan bahasa anak. Anak yang
berintelegensi tinggi, tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat,
lebih banyak, dan lebih variatif khasanah bahasanya daripada anak-anak yang
berintelegensi rendah.
4.
Waktu Pemerolehan Bahasa Dimulai
Berbahasa
mencakup komprehensi maupun produksi, maka anak sudah mulai berbahasa sebelum
dia dilahirkan. Melalui saluran intrauterine
anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia masih janin. Kata-kata
dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara biologis kata-kata itu masuk ke
janin, kata-kata tersebut tertanam padajanin anak.
5.
Teori Pemerolehan Bahasa Anak
a.
Pandangan
nativisme
Nativisme
berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak
(manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara
genentis telah diprogramkan. Pandangan ini tidak menganggap lingkungan punya
pengaruh dalam memperoleh bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan
pemberian biologis. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks
dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui
metode seperti peniruan (imitation).
Jadi, pasti sudah ada beberapa aspek penting mengenai sistem bahasa yang sudah
ada pada manusia secara alamiah.
Menurut
Chomsky anak dilahirkan dengan dibekali alat pemerolehan bahasa (Language Acquisition Device (LAD)). Alat
ini yang merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci
butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian
fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya kaitan
dengan kemampuan kognitif lainnya.
b.
Pandangan
Behavioris
Kaum
behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari
luar diri si anak, yaitu rangsangan yang diberikan oleh lingkungan. Istilah
bahasa bagi kaum behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu
menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan
sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu, merupakan salah satu perilaku diantara
perilaku-perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka
menggunakan istilah perilaku verbal agar tampak lebih mirip dengan perilaku
lain yang harus dipelajari.
Bahasa
adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang mendasar yang berkembang sejak
lahir. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa menurut aliran behavioristik
ini bahwa anak yang dilahirkan ke dunia ini tidak mempunyai potensi bahasa.
Lingkungan dan proses belajarlah yang menjadi dasar pemerolehan bahasa anak.
c.
Pandangan
kognitivisme
Piaget
menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah sesuatu ciri alamiah yang terpisah,
melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan
kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa yang harus
berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.
Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan
bahasa.
Anak
mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran, dan perasaannya melalui bahasa dengan
kata-kata yang bermakna unik. Keterampilan anak memahami bahasa sebagian besar
terbatas pada pandangannya sendiri. Dengan kata lain, anak memiliki
keterbatasan dalam memahami bahasa dari sudut pandang orang lain. Meningkatnya
perkembangan bahasa anak terjadi sebagai hasil perkembangan fungsi simbolis.
Perkembangan simbol bahasa pada anak berpengaruh terhadap kemampuan anak untuk
belajar memahami bahasa dari pandangan orang lain dan meningkatkan kemampuannya
untuk memecahkan persoalan.
d.
Pandangan
interaksionisme
Teori
ini beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara
kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu
berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan dan kemampuan internal yang
dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa
adanya masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu
secara otomatis.
Sebenarnya,
faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak
sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan
berbahasa anak yang telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah
dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard
Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai
kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa.
B.
Perkembangan Bahasa Anak
Kemampuan
berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi
bertahap. Kemajuan berbahasa anak berjalan seiring dengan perkembangan fisik,
mental, intelektual, dan sosialnya.
Perkembangan
bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan
yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang
lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana tak bermakna,
dan celotehan bayi merupakan jembatan yang memfasilitasi alur perkembangan
bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak,
celotehan merupakan semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat
ucap) yang lama kelamaan dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang
diujarkannya.
1.
Proses Perkembangan Bahasa
Proses
perkembangan bahasa berjalan terus sepanjang hayat. Bayi memperoleh bahasa
ketika berumur kurang dari satu tahun sebelum dapat mengucapkan satu kata.
Mereka memperhatikan muka orang dewasa dan menanggapinya, meskipun tentu saja
belum menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya. Mereka juga dapat
membedakan beberapa ucapan orang dewasa.
Ketika
berumur satu tahun, bayi mulai mengoceh, bermain dengan bunyi seperti halnya
bermain dengan jari-jari tangan dan jari kakinya. Perkembangan bahasa pada
periode ini disebut pralinguistik. Selanjutnya saat bayi mulai dapat
mengucapkan beberapa kata, perkembangan bahasa mereka juga memiliki ciri
universal. Bentuk ucapan yang digunakan hanya satu kata, kata-katanya sederhana
yaitu yang mudah diucapkan dan memiliki arti konkrit. Perkembangan fonologis
mulai tampak pada periode umur ini, demikian juga perkembangan semantic yaitu
pengenalan makna oleh anak. Kira-kira berumur dua tahun, setelah mengetahui
kurang lebih lima puluh kata, kebanyakan anak mulai mencapai tahap kombinasi
dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika mencapai tahap satu kata
dikombinasikan dalam ucapan pendek tanpa kata penunjuk, kata depan, atau bentuk
lain yang seharusnya digunakan. Pada tahap dua kata ini anak mulai mengenal
berbagai makna kata tetapi tidak menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan
jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selanjutnya anak mulai
dapat membuat kalimat pendek.
Pada
waktu mulai masuk taman kanak-kanak, anak telah memiliki sejumlah besar kosa
kata. Mereka dapat membuat pertanyaan-pertanyaan negatif, kalimat majemuk, dan
berbagai bentuk kalimat. Mereka memahami kosa kata lebih banyak, mereka dapat
bergurau, bertengkar dengan temannya dan berbicara dengan orang tua dan guru
mereka.
Pada
tahap usia sekolah, perkembangan bahasa anak yang paling jelas tampak ialah
perkembangan semantik dan pragmatik. Anak semakin mampu memahami dan dapat
menggunakan suatu kata dengan nuansa makna yang agar berbeda secara tepat serta
penambahan jumlah kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat.
Selanjutnya, anak mengembangkan bahasa figurative yang memungkinkan penggunaan
bahasa secara kreatif. Bahasa figurative menggunakan kata secara imajinatif,
tidak secara literal atau makna sebenarnya untuk menciptakan kesan emosional.
Bahasa kreatif anak-anak usia sekolah dapat didengar dalam bentuk nyanyian,
sajak, dan dolanan atau dalam buku otobiografi.
Selama
usia SD, anak diharapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Hal ini
hampir tidak mungkin kalau belum menguasai bahasa lisan. Perkembangan bahasa
anak periode usia SD ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Kemampuan
mereka menggunakan bahasa berkembang.
Dalam
perkembangan bahasa, anak menempuhnya melalui asosiasi yaitu membayangkan
hubungan kata dengan objek yang diamati, imitasi yaitu dengan menirukan dan
mengulang sendiri penggunaan kata-kata sebagaimana tergambar dalam pikirannya.
Gejala seperti itu ada yang menyebut “kegilaan” karena anak suka berbicara
sendiri yang sebenarnya tak perlu ditanggapi. Elaborasi dengan perluasan penggunaan
kata dan struktur kalimat secara coba-coba, dan pemberian reinforcement
(penguatan), perhatian dan tanggapan positif orang dewasa.
2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Anak
Berbahasa
terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu, perkembangannya dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu adalah:
a.
Umur anak
Manusia bertambah umur semakin matang pertumbuhan
fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang
akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman kebutuhannya. Faktor
fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan orang
bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-grerakan dan isyarat. Pada masa
remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah mencapai
tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual
anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.
b.
Kondisi
lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi
andil yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan
perkotaan akan berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan
bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerah terpencil menunjukkan
perbedaan.
Sebagaimana diuraikan bahwa bahasa pada dasarnya
dipelajari dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan
pergaulan yang berbentuk kelompok-kelompok, seperti kelompok bermain, kelompok
kerja dan kelompok sosial lain.
Hubungan keluarga dimaknai juga sebagai proses
pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama
dengan orang tua yang mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada
anak.
c.
Kecerdasan anak
Meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan,
dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik seseorang berkorelasi
positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berfikir. Ketepatan meniru,
memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat
dengan baik dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan pihak lain,
amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak. Anak yang
perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal atau di
atas normal.
d.
Status sosial
ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan
mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak, anggota
keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga
yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial
rendah. Hal ini lebih tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup
di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain, pendididkan
keluarga berpengaruh pula terhadap perkembangan bahasa.
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan
bahasa dengan status sosial-ekonomikeluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal
dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasa
dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi
ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan
belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa
anaknya), atau kedua-duanya. (Hetzer & Reindorf dalam E. Hurlock. 1956).
e.
Kondisi fisik
Kondisi fisik disini dimaksudkan kondisi kesehatan
anak. Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa
anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun
pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak ini cenderung akan
mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Seseorang yang
cacat yang terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap,
organ suara tidak sempurna akan menganggu perkembangan berkomunikasi dan tentu
saja akan menggangu perkembangannya dalam berbahasa. Oleh karena itu, untuk memelihara
perkembangan berbahasa anak secara normal, orang tua perlu memperhatikan
kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat ditempuh ialah dengan cara memberikan
ASI, makanan bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak, atau secara regular
memeriksakan anak ke dokter atau puskesmas.
3.
Tipe Perkembangan Bahasa Anak
Ada
dua tipe perkembangan bahasa anak, sebagai berikut:
a.
Egocentric
speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dan dirinya sendiri.
Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
berfikir anak yang pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun.
b.
Socialized
speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dan temannya atau
dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted
information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama
yang dicari; (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau
tingkah laku orang lain; (c) command (perintah), request (permintaan) dan
threat (ancaman); (d) questions (pertanyaan), dan (e) answer (jawaban).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses
pemerolehan bahasa anak adalah proses bawah sadar yang digunakan anak-anak untuk mampu berbahasa
baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, yang berlangsung secara alami,
dalam situasi formal, spontan, dan terjadi dalam konteks berbahasa yang yang
bermakna bagi anak.
Kemampuan
berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap
dan berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual dan
sosialnya. Perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau
suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang
sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan
yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang
memfasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang
lebih sempurna. Bagi anak, celotehan merupakan semacam latihan untuk menguasai
gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama kelamaan dikaitkan dengan
kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.
B.
Saran
Dengan
mempelajari teori-teori pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak,
seorang guru mampu menciptakan pembelajaran bahasa di sekolah yang dapat
membantu anak mengalami dan memperoleh hasil belajar yang lebih optimal.
DAFAR PUSTAKA
Agung, Hartono dan Sunarto. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Semiawan, Conny R. 1998. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Budiasih, Darmiyati Zuchdu. 1996. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah. Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Faisal, Muhammad. 2009. Kajian Bahasa Indonesia 3 Sks. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Indrianti, Etty. 2011. Kesulitan Berbucara dan Berbahasa pada Anak.
Jakarta: Prenada Media Group
Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenada
Media Group.
Ngalimun dan Noor Alfulaila.
2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo
Novriza, Sari. 2014. Hubungan Pemerolehan Bahasa Pertama dengan
Keterampilan Berbicara Anak Usia 4-5 Tahun.
Salam, Rosdiah. 2014. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Rendah.
Makassar: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar.
Solhan, TW. 2008. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Apa beda perkembangan bahasa di daerah pantai dan pegunungan mbak?
BalasHapus